Minggu, 27 Januari 2013

DAMAILAH SUMBAWAKU


Tragedi Kerusuhan Sumbawa pada selasa 22 januari 2013 lalu, masih menyisakan rasa takut dan trauma. Bukan hanya trauma yang dialami oleh korban kerusuhan (etnis Bali di Sumbawa), namun masyarakat Sumbawa sendiri merasakan hal yang sama.
Rasa takut dirasakan oleh masyarakat sumbawa yang menyaksikan kebrutalan pada hari tu. Penjarahan yang disertai dengan pembakaran toko dan rumah etnis bali yang sama sekali tidak tau menau dengan persoalan sebenarnya. Peristiwa ini amat mencoreng muka dan nama baik masyarakat  Sumbawa yang cinta damai.
Masih teringat di benak kami ketika pasien RSUD Sumbawa terpaksa dievakuasi ke bandara Sultan Kaharuddin Sumbawa. Lantaran khawatir kerusuhan disertai pembakaran akan merembes ke RSUD yang Jaraknya sangat dekat. Semua pasien termasuk bayi yang baru lahir dibantu oleh keluarga masing-masing berhamburan keluar dari RSUD untuk dipindahkan ke tempat  yang lebih aman. Ada pasien yang dievakuasi dengan menggunakan truk TNI dan ada pula pasien yang terpaksa berjalan kaki karena kalut dengan situasi yang mencekam. Tentu saja peristiwa ini membuat kondisi mereka malah semakin menurun dan menyisakan trauma.
Setidaknya ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik dari peristiwa ini.
Pertama, begitu mudahnya masyarakat terprovokasi dengan isu yang belum jelas permasalahannya. Isu SARA yang dengan cepat menyulut amarah telah membutakan logika masyarakat Sumbawa.
Kedua, Komunikasi terbuka yang tidak berjalan dengan baik antara aparat penegak hukum dengan masyarakat yang menginginkan keterbukaan. Apalagi ini menyangkut persoalan hilangnya nyawa seseorang yang melibatkan anggota penegak hukum itu sendiri. Sehingga timbul rasa tidak percaya dan rasa putus asa dari keluarga korban yang berujung pada pelampiasan sakit hati kepada etnis lain yang tidak tahu menau persoalan tersebut.
Ketiga, Meski hasil otopsi dari dokter independen telah menyampaikan hasil bahwa korban meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Namun isu Perkosaan dan pergaulan bebas menjadi hal yang perlu diperhatikan supaya kita bisa menjaga diri dan keluarga kita. Sebut saja pergaulan antara si korban dengan tersangka yang menjalin hubungan asmara padahal keduanya memiliki agama dan keyakinan berbeda. Sehingga masalah pribadi berujung pada persoalan SARA dan merugikan semua pihak.
Keempat, Pemimpin yang tidak didengar kata-katanya oleh rakyat terbukti tidak mampu meredam situasi genting seperti ini. Jika dikaitkan dengan keberadaan café Batu Gong yang mendapat penolakan keras dari masyarakat Sumbawa. Pemerintah dianggap tidak punya kuasa menghilangkan café batu gong. Sehingga rasa percaya masyarakat kepada pemimpinnya berkurang. Justru dengan adanya peristiwa ini barulah café batu gong diratakan dengan tanah. Sungguh harga yang sangat mahal untuk menghilangkan café batu gong.
Semoga persitiwa ini tidak akan terulang lagi di masa-masa mendatang. Dan persoalan segera terselesaikan sehingga pihak keluarga bisa mendapatkan keadilan. Yang lebih penting saat ini adalah membantu saudara-saudara kita di pengungsian sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.
Damailah Sumbawaku !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar