Senin, 27 Juni 2011

KWARCAB SUMBAWA SIAP SUKSESKAN JAMBORE NASIONAL 2011


Pramuka adalah organisasi non politik yang bertujuan membina mental dan membentuk karakter anak bangsa menjadi pemuda yang bermoral pancasila, serta memiliki fisik dan mental yang kuat, memiliki keterampilan yang kelak berguna bagi diri sendiri, keluarga, bangsa dan Negara. Metode pembinaan dilakukan dengan cara belajar sambil bermain di alam bebas, dengan bantuan orang dewasa (Pembina) sebagai pamongnya (AD/ART gerakan pramuka).

Selasa pagi (27/6) Pramuka Kwarcab Sumbawa siap diberangkatkan guna mensukseskan kegiatan Jambore Nasional tahun 2011 di Okan Komering Hilir (OKI) Palembang Sumatera Utara. Jambore (pesta) sendiri berarti bertemunya seluruh anggota pramuka penggalang (peserta didik usia 11-15 tahun) yang terpilih dari kwartir cabang (kwarcab/kabupaten) masing-masing. Kegiatan ini dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Pada tahun 2011 ini, jambore nasional merupakan kegiatan jambore yang ke-50 dilaksanakan.

Pada acara pelepasan kontingen kwarcab Sumbawa ke OKI, yang langsung dilepas oleh wakil bupati Sumbawa Drs. H. Arasy Muhkan, beliau berpesan agar seluruh anggota kontingen senantiasa menjaga nama baik pramuka dan nama baik kwarcab Sumbawa di tingkat nasional. Beliau berpesan agar “peserta maupun Pembina pendamping harus senantiasa menjaga tutur bahasa dan komunikasi yang santun terhadap sesama anggota pramuka di arena jambore nanti. Tidak lupa pula beliau berpesan agar kontingen Sumbawa mampu memperkenalkan budaya dan potensi daerah Sumbawa kepada seluruh peserta jambore nanti. Sehingga kabupaten Sumbawa selain dikenal dengan Madu Sumbawanya, potensi lain yang ada di kabupaten Sumbawa juga terekspose ke seluruh Indonesia. Misalnya kuda Sumbawa, Sapi Sumbawa, Kerbau Sumbawa dan lain-lain, karena memang Sumbawa masih banyak terdapat potensi-ptensi lain yang belum terekspose tambahnya”.

Kontingen kwarcab Sumbawa pada kegiatan jambore nasional ini berjumlah 45 orang. Terdiri dari 16 penggalang putera dan 16 orang penggalang puteri. Pembina pendamping 2 orang putera dan 2 orang Pembina puteri ditambah dengan visitor sebanyak 9 orang, seperti yang dilaporkan oleh pimpinan kontingen kak Jumhur sapaan akrabnya. Kontingen Sumbawa nantinya akan bergabung dengan kontingen lain se-NTB untuk dilepas oleh bapak gubernur pada tanggal 28/7 di Mataram.

Selama 3 pekan di arena jambore nasional, kwarcab Sumbawa siap mensukseskan kegiatan ini dengan segenap daya dan upaya. Seluruh peserta yang berangkat sebelumnya sudah di berikan training khusus selama satu pekan. Sehingga kesiapan fisik, mental dan anggarnpun seudah diperhitungkan secara matang oleh tim. Demikian keterangan yang kami dapatkan dari pimpinan kontingen.

Jaya pramuka, jaya kwarcab Sumbawa!!

Minggu, 26 Juni 2011

SENI BUDAYA SUMBAWA

PENGGUNAAN LAWAS

(bagian pertama)

Lawas dapat dilagukan/ditembangkan. Lawas lebih dekat dengan seni suara/seni musik daerah. Analisis yang sistimatis membuktikan penggunaan lawas

BALAWAS

Balawas atau menembangkan lawas yang dilakukan secara beramai-ramai atau seorang diri. Secara beramai-ramai pria wanita menembangkan lawas dalam rangkaian upacara perkawinan atau sunah rasul. Saat musim panen atau disaat memetik hasil kacang hijau balawas ini sering kita dengarkan. Disaat berangkat ke sawah ladang atau pulang kampung, usai menjaga ladangnya seorang petani menembangkan lawasnya, melepas kerinduan atau mengusir kesepian yang mencekam jiwanya. Kala membuat atau memasang atap rumah sekelompok pria yang tengah bekerja bergotong royong memperbaiki atau membangun sebuah rumah panggung terdengarlah lawas riup redah du kumandangkan.

Jadi peranan lawas selain untuk menyatakan kegirangan juga pelenyap kelelahan bagi para pekerja.

SAKECO

Sakeco, menembangkan lawas sambil membunyikan rebana ini dilakukan oleh para laki-laki. Lawas yang ditembangkan berisikan cinta kasih, pemujaan, kepatriotan, perjuangan, msalah pembangunan dan perjuangan hidup yang dikaitkan dengan gotong royong yang berasaskan kekeluargaan. Pelaksanaan pengaturannya silih berganti, selesai disatu pihak disambung dibalas oleh pihak lain, begitu seterusnya.

Sakeco ini diadakan untuk memeriahkan upacara perkawinan, sunah rasul atau upacara adat lainnya.


SAKETA

Pernyataan kegirangan dari sekelompok penduduk pedesaan kala bergotong royong atau ketika melaksanakan permainan rakyat.

Saketa, menembangkan lawas yang diiringi suara gero (ho-ham-ho-ham-ho-ham dst). Saketa dapat kita saksikan saat berlansungnya permainan rakyat karapan kerbau, barempuk (tinju ala Sumbawa) serta acara yang berhubungan dengan gotong royong.

NGUMANG

Seorang pria mengacungkan kedua tangannya sembari menembangkan lawas (seperti seorang penari). Ngumang dapat kita saksikan saat karapan kerbau atau permainan barempuk.

LANGKO

Pria wanita (muda mudi) bersoal jawab dengan menembangkan lawas. Seperti halnya sakeco, langko sering kita saksikan dalam rangkaian upacara perkawinan atau disaat muda mudi tengah memotong padi di sawah. (Dea Ranga)

Kamis, 23 Juni 2011

PETERNAK SAPI DAN KERBAU DESA MOYO DAN MOYO MEKAR MENJERIT

Akhir-akhir ini para peternak khususnya peterma kerbau dan sapi sangat menjerit karena rendahnya harga jual ternak mereka. Para peternak dengan terpaksa menjual ternaknya dengan harga dibawah standar. Itu dilakukan karena kebutuhan masyarakat yang mendesak disebabkan anak-anak mereka melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Semua itu membutuhkan dana dan biaya yang cukup lumayan besar yang menyebabkan para peternak melakukan semuanya walaupun jelas – jalas merugikan peternak itu sendiri.

Tidak lain dan tidak bukan permasalahan itu berakar dari kebijakan pemerintah yang semakin giat menginpor daging yang menekan harga ternak lokal dan menyempitnya pendistribusian daging kewilayah-wilayah Indonesia. Hal tersebut membuat para pejagal ternak menawari harga ternak yang lebih murah.

Itu yang terjadi di wilayah Kecamatan Moyo Hilir khususnya Desa Moyo Mekar dan Desa Moyo sekarang. Menurut Syamsuddin ( petugas sensus sapi potong, sapi perah dan kerbau tahun 2011 ) mengungkapkan, “ masyarakat sangat merasa menjerit dan mengeluhkan dengan rendahnya harga jual ternak mereka. Itu tidak sebanding dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan untuk memelihara ternaknya bertahun-tahun.”

Senada dengan hal tersebut, M.IKHSAN ( salah seorang pejagal di Desa Moyo Mekar) mengungkapkan “ kami terpaksa membeli ternak masyarakat dengan harga rendah tidak seperti harga yang biasanya. Karena sekarang jangkauan dalam hal pendistribusian ternak. Itu diparah lagi dengan sulitnya pengurusan perizinan.”

Tahun 2014 pemerinah menargetkan akan melakukan swasembada daging sapi dan kerbau. Tapi rencana itu akan dibenamkan oleh pemerintah sendiri. Itu terbukti dengan semakin marak dan gencarnya pemerintah melakukan impor daging. Masyarakat sempat gembiara dengan pemberhentian impor daging sapi Australia. Dengan begitu harga ternak masyarakat akan meningkat. Dan para peternak akan merdeka di negara sendiri tida lagi menjadi tameng dari daging-daging impor. Tapi itu semua adalah kegembiraan sejenak dan pudar karena pemerintah kembali akan menjajakai kerja sama dengan Australia lagi. Sebenarnya itu adalah sebuah momentum yang baik bagi pemerintah untuk mensejaherakan rakyat serta meringankan biaya hidup yang dewasa ini semakin meningkat. Ditambah tujuan pemerintah yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 untuk mensejahterakan masyarakat akan terlaksana dengan baik.

Menurut ABDUL AZIZ sapaan akrab AZIZ salah seorang warga dusun Moyo Bawah Desa Moyo Mekar mengungkapkan “ pemerintah tidak memikirkan rakyatnya itu terbukti dengan mengabaikan isi Pembukaan UUD 1945 menganai mensejahterkan rakyat. Alih-alih mensejahterakan rakyat malah akan menyakiti dan rakyat akan menderita.”

Di akhir penulisan ini penulis berpesan kepada Pemerintah Provinsi NTB bahwa salah satu unggulan daerah NTB selain pertanian adalah peternakan. Itu semua seyogyanya bisa dipertahankan dan dikembangkan lagi. Jangan sampai Program Bumi Sejuta Sapi ( BSS ) akan sia-sia jika tidak dibarengi serta tidak diimbangi dengan harga yang ditawarkan kepada peternak karena tidak akan sebanding dengan biaya yang dikeluarkan selama memeliharanya.

SEMOGA TULISAN INI BISA SEGERA DIRESPON KARENA AKAN MENCEKIK KAMI (PETERNAK ) DENGAN KONDISI INI.”TANGISAN DAN JERITAN MASYARAKAT PETERNAK”

LAWAS, PUISI LISAN TRADISIONAL (bagian kedua)

LAWAS TAU LOKA (orang tua)

Lawas Tau Loka (orang tua) berintikan nasehat, agama dan filsafat.lawas tau loka bersifat didaktis berisih pelajaran dan sebagian lagi berintikan agama. Contoh lawas nasehat.

Pati palajar we ate

Na mu pina boat lenge

Pola tu ling desa tau

Kele tau barang kayu

Lamin to sanyaman ate

Banansi sanak parana

Terjemahan bebasnya

Patuhi ajaran wahai sukma

Jangan tunaikan laku buruk

Tahu diri di rantau orang

Kendati manusia tiada dikenal

Kalau budinya terpuji

Itulah dia sanak selingkar

Lawas nasehat saling isi mengisi dengan lawas agama.

Mana manis mo ling lalo

Agama dadi paruji

Na turit lamin basengkal

Sai sate nyaman mate

Laga mo rembit sambayang

Lema nyaman nyawa lalo

Terjemahan bebasnya

Betapa manisnya cetusan sukma

Agama landasan utama

Jangan diikuti jika bertentangan

Siapa ingin mati nikmat

Kerjakan sembahyang dengan teratur

Agar roh tenang menghadap-Nya

Lawas yang mengandung filsafat yang berkaitan dengan lawas agama.

Ada intan ku sakodeng

Ku sangisi kotak mesir

Ya timal umak rampek ban

Terjemahan bebasnya

Ada intan ku sebutir

Ku simpan dalam kotak mesir

Pantang ombak penghempas papan

Lawas dilihat dari bentuknya sangat mirip dengan puisi lama dari kesusastraan Indonesia dan sukar dirubah. Pada umumnya lawas terbentuk tiga seuntai (tarzina). Dalam satu kalimat terdiri dari delapan suku kata.

Pamuji tentu ko nene

No si bau tu kamaeng

Ada pang kita bajele

Lawas empat seuntai (kwatrijin) terdapat pula diantara sastra lisan.

To gili benru kadadi

Lis pio barema ngibar

Dapat palabu baseka

Saling buya do mo tokal

Disamping itu kita kenal lawas enam seuntai (sextet), misal:

Sumir ode tenga rau

Ku salungkap ke tabola

Ngelentong buya paria

Seumir ku dadi tau

No poda rungan ku bola

No kuto lamin ke sia

Tiga baris pertama merupakan sampiran dan tiga baris berikutnya terdapat isinya. (dea Ranga)

Sabtu, 18 Juni 2011

LAWAS, PUISI LISAN TRADISIONAL (bagian pertama)

Lawas (puisi lisan tradisional Sumbawa) yang merupakan cermin jiwa anak-anak, getar sukma muda-mudi dan orang tua.

Mengumandangkan lawas itu tergantung pada waktu lawas itu ditembangkan. Ulan atau langgam lawas itu terbagi atas tiga bagian. Kalau ditembangkan di padi hari dikenal dengan nama ULAN SIYEP (pagi hari), bila dikumandangkan saat teriknya matahari dikenak dengan ULAN PANAS ANO dan ditembangkan dikala senja hari dikenal ULAN RAWI ANO.

Menembangkan lawas itu ada temung (lagu/langgam). Di Sumbawa Temung (lagu) lawas ini dikenal ada dua, disebelah timur Sumbawa dikenal dengan TEMUNG ANO SIYEP dan disebelah barat dikenal dengan TEMUNG ANO RAWI.

Pembagian lawas pada umumnya terdiri dari lawas tau ode (anak-anak), lawas taruna dadara (muda mudi), dan lawas tau loka (orang Tua).

Lawas Tau ode (anak-anak)

Lawas tau ode mengedepankan tentang dunia anak-anak yang penuh kocak. Berikut ini contoh sebait lawas anak-anak.

Ma tunung adi matunung

Meleng tunung ku beang me

Jangan jadi kembo kopang

Terjemahan bebasnya :

Mari tidur marilah tidur

Bangun tidur ku beri nasi

Campur susu kerbau yang sehat

Lawas Taruna Dadara (Muda Mudi)

Lawas taruna dadara (muda mudi) intinya berkisar sekitar perkenalan, percintaan, berkasih kasihan, perpisahan, beriba hati.

Ketika bertemu antara jejaka dan gadis ketika menanam atau disaat memotong padi di sawah, dikala menonton keramaian karapan kerbau atau permainan barempuk antara keduanya terjadi pertautan batin, tapi mereka belum berkenalan masih dalam pase memendam perasaan, maka telah terjadi kelumrahan seperti tercermin lawas berikut :

Ajan sumpama ku lalo

Ku tarepa bale andi

Beleng ke rua e nanta

Terjemahan bebasnya

Seandainya aku bertandang

Mampir di rumah adinda

Adakah gerangan belas kasihan

Ketika muda mudi berada di alam romantik rasa cinta kasih memenuhi sukmanya untuk melahirkanisi hatinya dinyatakan dalam lawas cinta kasih sebagai berikut :

Nanmo lalo kau surat

Bawa salam doa kaku

Na’ mole lamin nonda ling

Tenri kalom ko kertas

Kusurat kewa ai mata

Sia baca kewa katawa

Terjemahan bebasnya

Malayanglah kau duhai surat

Antarkan salamsejahteraku

Jangan pulang tanpa pesan

Jatuhlah kalam di kertas

Ku gores sembari cucuran air mata

Ku baca dengan tawa riang

Manakala muda mudi telah berkenalan dalam saling cinta mencintai maka tersembullah perasaan kasih dan sayang tiada taranya. Pemuda menyatakan kasihnya dalam lawas berkasih-kasihan yang penuh romantik.

Pitu tin ku layar barat

Haram untung ku lako lin

Le lema sia si ku asa

Lamin tetap mo pang sia

Bose sangangkang lit rea

Na’ beang bilu lako lin

Terjemahan bebasnya

Tujuh tahun mengarungi musim

Haram jodoh ku pada yang lain

Cepat dan lamban cinta kupasrahkan kepada mu

Jika pendirian sudak mantap

Kayuhkan dayung arah samudra

Jangan berpaling pada yang lain

Dalam dunia muda mudi ada pertemuan yang mengasikkan namun dibalik itu mustahil tidak terjadi hal-hal yang kurang menyenangkan misalnya saling cemburu, tuduh menuduh, curiga mencurigai antara yang satu dengan yang lain. Kalau sudah memuncaknya cemburu tiada saling percaya lagi akibatnya timbulnya keputusan yang diakhiri dengan kegagalan cinta. Contoh lawas perpisahan yang sangat memilukan hati.

To gili benru kadadi

Lis pio barema ngibar

Dapat palabu baseka

Saling buya do mo tokal

Terjemahan bebasnya

Adalah pulau baru menjelma

Sekawan burung serempak mengepak sayap

Tiba di pelabuhan lalu berpisah

Saling cari telah berjauhan tempat

Perpisahan sudah barang tentu menimbulkan kesedihan yang memilikan hati (beriba hati). Lawas iba hati dilahirkan dengan perasaan sedih derita dan air mata.

Benan mo sia kaka e

Tetap mo bangka ya layar

Aku po gila salingong

Terjemahan bebasnya

Bahagialah kanda kini

Perahu yang ditumpangi sudah pasti

Diriku di rundung bimbang

(Dea Ranga)

Jumat, 17 Juni 2011

SENI DAERAH SUMBAWA (Bagian Dua)

Seni Rupa

Kepandaian menghias telah dimiliki masyarakat Sumbawa sejak dahulu kala. Kepandaian ini disalurkan dalam kegiatan menghias yang disebut Seni Kelingking yaitu seni hias yang kegiatannya berhubungan dengan pembuatan motif hias dengan menggunakan berbagai teknik dan media. Hal ini terlihat pada berbagai hiasan yang diterapkan pada benda-benda pakai maupun pada benda-benda hias baik yang terbuat dari bahan kertas, kain, kayu, logam, tanah liat dan sebagainya, merupakan hasil seni kelingking.

Seni teater

Seni teater atau seni peran bagi daerah Sumbawa langsung berkenalan dengan teater moderen. Kalau di Lombok, Bali mengenal terater tradisional, sdang di Sumbawa tidak ada teater tradisional.

Seni sastra

Kapan bahasa Sumbawa mulai dipergunakan oleh penduduk asli di jaman purba, tidak seorangpun yang dapat mengetahuinya. Data-data sejarah mengenai hal itu tidak pernah dijumpai.

Lawas yang berinduk dari bahasa Sumbawa tidak diketahui kapan mulai pertumbuhannya dikalangan masyarakat.

Kehadiran dalam kultur manusia mula pertama berperan sebagai alat ekspresi suasana batin manusia dan sebagai alat perekam peristiwa yang terjadi diseputar kita. Jika suasana batin manusia primitif diliputi haru, sendu, gunda gulana karena musibah atau datangnya marabahaya yang mengancam hidupnya, maka untuk menanggulanginya denga dijalin atau dicurahkan perasaannya dalam bentuk kata-kata bertuah/mantera untuk mengusir marabahaya tersebut. Mereka memberi jampi pada senjata-senjata yang mengawal hidupnya atau menyampaikan pesan lewat lagu-lagu dalam upacara pemujaan agar yang gaib dapat mengusir unsur-unsur yang menimbulkan mara bahaya. Sekira inilah peranan lawas pada awalnya.

Contoh mantera Sumbawa untuk menentang kekejaman alam.

Genia genkum genia genkum

Oo binatang putih jalu

Mana ular, lipan, teledu

Lamin ngaluit mu rengkam

Terjemahan :

Genia genkum genia genkum

Wahai hewan putih taring

Biar ular, lipan, kalajengking

Jika bergerak maut mencekam

Lawas (puisi lisan tradisional Sumbawa) yang kita kenal sejak dahulu hingga sekarang tidak dimiliki oleh perorangan tetapi milik bersama turun temurun. Ahli lawas menurunkan pada anak cucunya secara lisan. Lawas tidak ditulis dalam buku khusus kalaupun ada dulu kita kenal dengan BUMUNG (lembaran daun lontar tertulis yang disimpan dalam tabung bambu) kebanyakan isinya LAWAS TUTIR (ceritera), silsila dan sejarah pahlawan sakti yang ditulis dengan SATERA JONTAL (tulisan lontar) mirip dengan aksara Bugis/Makasar. Satera jontal ini merupakan huruf khas daerah Sumbawa.

Pada zaman Pemerintahan Sultan Sumbawa ada seorang ulama dan juga budayawan bernama Haji Muhammad Kadhi menciptakan lawas agama yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku yang berjudul PAMUJI yang didalamnya berisikan lawas akherat, puji-pujian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan keagungan /keluhuran agama islam.

Lawas (puisi lisan tradisional Sumbawa) yang merupakan cermin jiwa anak-anak, getar sukma muda-mudi dan orang tua. Pembagian lawas pada umumnya terdiri dari lawas tau ode (anak-anak), lawas taruna dadara (muda mudi), dan lawas tau loka (orang Tua). (Dea Ranga)

Rabu, 15 Juni 2011

Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial Petani Di Desa Moyo

Sistem pelapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak, dianggap masyarakat berkedudukan dalam lapisan atasan. Mereka yang hanya sedikit sekali atau tidak memiliki sesuatu yang berharga dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah Patirim A. Sorokin (dalam Soerjono Soekanto, 251:1999).
Struktur sosial Vertikal atau stratifikasi sosial menggambarkan kelompok-kelompok sosia dalam susunan yang bersifat hierarkhis atau berjenjang sehingga dalam dimensi struktural ini kita melihat adanya kelompok-kelompok masyarakat yang berkedudukan tinggi, sedang dan rendah. Sedangkat struktur sosial horizontal atau diferensiasi sosial menggambarkan kelompok-kelompok sosial tidak dilihat dari tinggi rendahnya kedudukan kelompok itu satu sama lain, melainkn lebih tertuju kepada variasi atau kekayaan pengelompokkan yang ada dalam suatu masyarakat Patirin Saralin (dalam Jabrohim, 185:2006).
Secara umum kita melihat masyarakat Desa atau petani masih berorientasi pada tanah dan kompetensi yang digambarkan adalah kepemilikan tanah. Masyarakat Desa Moyo kecamatan Moyo Hilir terdapat bentuk-bentuk stratifikasi sosial petani yang dapat kita lihat dari kepemilikan lahan atau tanah pertanian, status sosial, gaya hidup, bentuk rumah dan pekerjaan.
Tanah merupakan aset yang sangat penting dari mayoritas masyarakat Desa Moyo. Dengan demikian tanah atau lahan pertanian yang membentuk stratifikasi sosial di Desa Moyo sehingga dapat dikelompokkan bahwa tingkn atas di Desa Moyo adalah mereka yang memiliki lahan pertanian yang luas dan mereka yang menguasai setengah dari tanah menempati kelas yang menengah dan kelas bawah adalah mereka yang berada di bawah kelas atas dan menengah (wawancara dengan bapak Mursali 18 juni 2010).
Penguasaan tanah di Desa Moyo dapat dilakukan oleh tiap-tiap strata yang ada dengan usaha yang mereka lakukan diantaranya dengan membeli lahan pertanian dari hasil pertanian, hasil beternak, hasil berdagang (usaha) serta hasil merantau keluar negeri yang kebanyakan dari penduduk Desa Moyo adalah ke Arab Saudi. Penguasaan tanah itu dapat dilakukan oleh masyarakat Desa Moyo pada persawahan Orong Rea, Orong Masin, Orong Serading, Orong Sejeruk, Orong Telaga, Dan Orong Sebeta. Dari masing-masing persawahan tersebut terletak di Desa Moyo Mekar, Desa Moyo, dan Desa serading.
Kepemilikan tanah pertanian bagi masing-masing strata selain dari pembelian yang dilakukan secara tunai juga didapatkan melalui penyewaan baik yang setahun ataupun dengan pembatasan yang tidak ditentukan dalam artian dilakukan dengan pinjaman uang dengan menyewakan tanah mereka dan sebelum uang mereka kembali tanah yang mereka garap tidak bisa dikembalika ataupun mereka ambil. Penyewaan ini di Desa Moyo dinamakan penyewan kembali uang atau bahasa Sumbawanya Ramalek Uang.
Adapun cara pembelian atau penyewaan lahan pertanian yang dilakukan oleh strata yang ada di Desa Moyo adalah sebagai berikut:
- Sewa mate uang: Pemilik lahan atau tanah, menyewakan tanahnya dengan sistem tidak kembali uang lagi.
Sistemnya: Pemilik tanah menyewakan tanahnya dengan harga Rp 2.000.000 dengan jangka waktu dua tahun dan sesudah dua tahun maka lahan atau tanahnya diambil lagi/dikembalikan.
- Sewa No mate uang: Pemilik lahan atau tanah menyewakan lahan atau tanahnya dengan sistem kembali uang.
Sistemnya: Pemilik lahan atau tanah menyewakan Rp 2.000.000 selama dua tahun setelah jatuh tempo yang disepakati maka uang yang disewakan akan dikembalikan.
- Beli Kontan: Merupakan pembelian secara tunai dengan jumlah harga yang sudah ditentukan oleh pemilik lahan/tanah (wawancara dengan bapak A. Rahim 19 juni 2010).
Dari proses penyewaan/pembelian di atas masing-msing strata di Desa Moyo Kecamatan Moyo Hilir memiliki perbedaan dalam proses penguasaan dan disesuaikan dengan kesepakatan yang ada. Dalam penyewaan/pembelian ini sebagian besar dilakukan oleh mereka yang strata/tingkat menengah dan mereka yang strata atas lebih kepada pembelian tanah secara kontan. Mereka yang kelas atas juga menyewakan tanah mereka, penyewaan ini dilakukan karna disebabkan untuk mendapatkan hasil dari sewa tanah saja artinya penyewaan tanah tetap dilakukan secara terus menerus pada mereka yang punya modal banyak baik dari hasil tanahnya, gaji, hasil merantau dll.
Kelas atas di Desa moyo dapat kita lihat dari luas kepemilikan tanah yang mereka miliki, mereka yang kelas atas ini memiliki tanah ± 5 hektar dengan sistem irigasi yang dapat mengairi sawah mereka juga dengan adanya tanah perladangan (tada hujan) yang pada umumnya dikelolah setiap satu tahun sekali. Kelas menengah di Desa Moyo adalah mereka yang memiliki luas tanah dibawah ± 0,5 sd 2 hektar dengan sistem irigasi yang sama dan juga memiliki tanah perladangan (tada hujan) dan kelas bawah Adalah mereka yang memiliki tanah 0,5 sd 50 are.
Fakta sosial yang lain juga terlihat antara lain pada bentuk rumah, dari strata atas adalah bentuk rumah yang dalam hal ini strata atas condong ke bentuk rumah batu (permanen) dan telah dikeramik serta dipelaster, bagi strata menengah mereka memilki desain rumah yang kebalikan dari strata atas (belum diplaster dan masih berlantaikan semen) bagi strata menengah ini juga mereka ada yang berumah panggung belakangnya dan Rumah batu depannya yang disatukan (semi permanen), dan strata bawah adalah mereka yang berumah gedek yang pondasinya sudah dibagun tapi belum jadi (ditembok). Tingkat pendidikan yang dalam hal stratifikasinya, yang strata atas adalah yang bertamatan SI, menengah adalah yang bertamatan D3 dan D2 dan strata bawah adalah yang tamatan SMA,SMP, SD, dan buta huruf. Dalam pergaulan dengan masyarakat juga terlihat dimana strata atas di Desa Moyo adalah mereka yang menempati status sebagai staf pemerintahan, strata menengah adalah tokoh-tokoh masyarakat dan kelas bawah adalah dari kalangan masyarakat biasa yang dalam penempatan dari strata-strata ini terlihat dalam acara-acara adat ataupun dalam pergelaran budaya di Desa Moyo.
Strata atas ini mempunyai perbedaan dalam memberdayakan lahannya yaitu dengan mengelolah sendiri lahan pertaniannya di Desa Moyo, orang yang memberdayakan lahanya sendiri termasuk kelas atas karna dilihat dari penguasaan tanah yang dimiliki. Tanahnya dikelolah sendiri tidak disewakan kepada orang lain. Cara pengelolahannya sama seperti petani-petani yang lain, tetapi kelas ini mengelola hasil pertanian dengan cara menjual hasil pertanian. Misalkan hasil pertanian langsung dijual sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan untuk modal selanjutnya dalam pengelolahan lahan/sawah tahun-tahun berikut, serta rata-rata dari kelas menengah dan bawah hasil dari pertanian mereka selain sebagiannya dijual juga distok untuk kebutuhan konsumsi pada bulan-bulan musim kemarau. Hal itu berlangsung setiap tahun (wawancara dengan bapak Suhardi, 22 juni 2010).
Masing-masing strata yang ada di Desa Moyo dapat kita lihat pada Musim tanam dan musim panen padi berlangsung. Jika mereka yang kelas atas dapat kita lihat dengan proses siapa yang menggarap dan mengerjakan sawah mereka, biasanya dalam membajak mereka menggunakan mesin traktor sendiri dengan dijalankan oleh keluarga maupun anak dari mereka juga diambil dari kelas menengah dan bawah sebagai perluasan kerja mereka di bidang pertanian.
Setelah sawah mereka selsai digarap maka mereka juga dalam meningkatkan pendapatan dalam bidang pertanian melakukan pengambilan penyewaan dengan menggarap sawah orang lain yang umumnya pada mereka yang kelas menengah dan bawah disesuaikan dengan luas dan besar pematang yang dimiliki dengan komulasi Rp 600.000/hektar. (wawancara dengan bapak Sahruddin, 22 juni 2010).
Dalam proses penanaman sawah mereka disewakan kepada orang lain dengan sistem borongan dan harian. Tenaga kerja yang dipekerjakan biasanya dari etnis Bima dan Lombok, mereka biasanya datang pada musim tanam dan malahan sudah menjadi perjanjian dengan yang punya sawah dalam arti mereka setiap tahun bisa datang dan mengerjakan pekerjaan tanam sawah/petak mereka juga mempekerjakan tenaga lokal dengan komulasi harga yang sudah dituangkan dalam PERDES setiap tahunya yaitu berkisar antara Rp 25.000 sd Rp 30.000. Kalau yang mengerjakan dari etnis Bima/Lombok juga di sesuaikan dengan luas lahan/jumlah petak dengan komulasi 1 hektar = Rp 1.000.000 dan beras yang telah sepakati (wawancara dengan Kepala Desa, 10 Juni 2010) .
Begitu juga halnya ketika musim panen tiba strata atas ini menyewakan pemanenan padi mereka dengan sistem:
1. Sanyinggu dalam artian dengan memberikan bentuk borongan yang dipekerjakan oleh etnis bima/Lombok dan juga lokal dengan:
- Nyinggu 7/nyinggu 14
- Nyinggu 8/nyinggu 16
Artinya: Perhitungan menggunakan Blik(alat takaran yang terbuat dari kaleng minyak goreng) memberikan 6 Blik untuk yang punya sawah dan satu blik untuk yang mengerjakanya begitu halnya dengan nyinggu 14 atau 16 dengan klipatannya 2 blik untuk pekerja dan 12/14 blik untuk yang punya sawa. Sistem nyinggu ini mengapa ada yang 14 atau 16 disesuaikan dengan bagus tidaknya tanaman padi yang petani miliki.
2. Karampo dalam artian kerja secara bersama yang dikerjakan oleh pihak-pihak keluarga dari yang kelas menengah dan bawah (masyarakat lokal) dengan upah harian dan dalam hal ini masyarakat Desa Moyo pembayarannya dilakukan dengan menggunakan padi/gabah, biasanya disesuaikan dengan harga gabah (1-2 blik).
Mayoritas petani desa Moyo dari masing-masing strata juga memiliki ladang untuk menanam kacang hijau dan peroses penggarapan tidak jauh beda dengan pertanian/padi tetapi disini, proses penggarapannya lebih kepada individu dan juga kelompok (keluarga). Strata atas biasanya dalam menggarap ladang cendrung menggunakan teknologi yang moderen (pembajakan) dan sistem panennya juga dengan menyewakan/upah harian yang dikerjakan lebih banyak oleh masyarakat lokal dan dalam pemanenan ini disebut Ngemar. Proses ini bagi strata atas menggunakan mesin perontok atau tenaga hewan ternak(kuda,kerbau) dalam proses pengolahan.
Sedangkan strata/kelas menengah dalam proses pertanian mereka selain mengandalkan tenaga sendiri juga memperkerjakan orang lain atau dalam hal ini adalah kelas bawah, dalam proses penggarapan lahan pertanian/petak sawah mereka menyewakan kepada kelas atas yang nota bene memiliki alat atau teknologi (mesin traktor) yang digaris bawahi bahwa tenaga atau pekerja yang menjalankannya diambil dari kelas menengah dan bawah dan ini merupakan perluasan kerja disektor pertanian yang biasa dikelas atas memberikan kepercayaan kepada kelas menengah/bawah ini untuk menjalankannya dan mayoritasnya diambil dari pihak keluarga. Begitu pula halnya dengan proses penanaman kelas menengah ini selain mengerjakan sendiri juga mereka menghandalkan orang lain dengan sistem dan bentuk yang sama pada umumnya dengan apa yang sudah tertuang pada kelas atas.
Dalam peroses pemanenan mereka juga mengunakan sistem nyinggu tetapi juga dalam peroses perluasan kerja disektor pertanian mereka juga mengerjakan pekerjaan nyinggu ini kepada tanah/sawah strata atas dengan komulasi yang disesuaikan dengan kesepakatan dan kualitas tanaman padi (disesuaiakan). Strata menengah ini dalam mengerjakan pekerjaan perladangan dimulai dengan menggarap tanah. Mereka mengerjakan sendiri lahan perladangan dengan membajak menggunakan tenaga hewan ternak yang mereka miliki sendiri dan proses Ngemar atau panennya dengan cara upah individu ataupun ngemar di ladang orang lain artinya orang lain itu membayarnya dengan pergi ngemar ke ladangnya dan di Sumbawa dinamakan Basiru.
Karena dalam tingkatan pemanenan ini masyarakat Desa Moyo mengenal istiah ngemar dan Ninting. Ninting ini merupakan proses pengelolaan untuk mendapatkan biji kacang hijau yang murni setelah terlepas dari kulit dan juga daunya. Biasanya strata menengah ini memanfaatkan tenaga kuda, sapi ataupun kerbau peliharaan mereka. Uniknya dalam proses ninting ini masyarakat Desa Moyo mengenal istilah Nyepo, nyepo ini adalah si pemilik lahan/ladang memberikan sedikit kacang hijau mereka kepada orang-orang yang telah membantunya dalam proses ninting. Jumlahnya tidak ditentukan tetapi tergantung jumlah dan hasil ninting kacang hijau. Kalau mendapat hasil 4-5 karung, folume dari karung yang diartikan adalah dengan menggunakan Bak Baskom/Blik yang setiap satu karung berisi 5-6 Baskom/blik, biasanya diberikan 3,4-5 kg kacang hijau atau dalam bahasa Sumbawa kacang hijau dinamakan antap dan hal nyepo ini sudah menjadi tradisi yang turun temurun di Desa Moyo, hal ini juga dilakukan dan tetap ada pada stiap strata secara umum (wawancara dengan bapak Abasri 10 juni 2010).
Strata bawah pada masyarakat Desa Moyo adalah mereka yang memiliki luas lahan/tanah 0,5-30 are dan penghasilan padi/gabah sebanyak 4-10 karung dengan system pengarapan lahan/tanah dengan membajak sendiri dengan menggunakan tenaga hewan ternak/kerbau. Kerbau mereka adalah kerbau dari strata atas yang dipercayakan kepada mereka untuk merawatnya. Proses tanamnya juga dikerjakan sendiri dan dibantu keluarga juga menggunakan sistem basiru.
Diketahui bahwa dalam pemeliharaan ternak ini, istilah pembagian tetap ada dalam arti setiap kerbau kawin/beranak dua kali, satunya diberikan kepada mereka atau setiap penjualan ternak tersebut mereka mendapatkan porsen dari pemilik ternak(wawancara dengan bapak Kending 22 juni 2010). Diketahui juga bahwa baik strata atas, menengah dan bawah akan terlihat sekali memiliki ternak kerbau dan uniknya setiap pagi dan sore hari para pengembala terlihat di jalan dan biasa menutup jalan ketika pergi mngembala dan pulang mengembala.
Strata bawah pada masyarakat Desa Moyo dalam perluasan kerjanya di sektor pertanian mereka bekerja sebagai buruh tani dalam arti mengambil upah nanam Padi, nyinggu dan upah ngemar di ladang. Dalam proses ini bagi kelas bawah dalam perluasan kerja di sektor pertanian sering sekali mendapat diskriminasi lapangan kerja, artian kelas atas lebih mementingkat etnis lain dalam proses pemanenan padi mereka dan juga karena menjamurnya mereka yang datang setiap tahunnya (wawancara dengan Ibu Awa 19 juni 2010).
Di Desa Moyo pelapisan sosial yang nampak selain strata kepemilikan tanah juga mereka yang mempunyai status sosial di Masyarakat, sebagian besar di Desa Moyo yang mempunyai status sosial/kriteria sosial tidak terlepas dari status kepemilikan tanah tersebut. Semakin luas kepemilikan lahan seseorang semakin mempermudah dalam pencapaian status sosial/kriteria sosial tersebut, ini dapat dilihat dengan jelas bagi mereka yang sudah berstatus dari dulu sampai sekarang adalah mereka yang berstatus pemilikan lahan pertanian dari kelas atas dan menengah. Mereka yang berstatus sebagian pegawai Negeri Sipil. Dari masing-masing status atau kelas ini sangat jelas kelihatannya status kepemilikan lahannya dari dulu sampai sekarang.dari masing-masing strata yang dapat diketahui sebagaimana pengorbanannya yang digunakan sebelum terjadi proses status pegawai Negeri Sipil tersebut dan masing-masing strata pengorbananya berbeda-beda. Mereka yang sebagai pegawai Negeri Sipil kantor lebih besar pengorbanannya bila dibandingkan dengan mereka yang jadi Pegawai Negeri Sipil guru. Masing-masing strata, cara untuk mendapatkan status itu dengan cara pengelolahan hasil pertanian atau hasil lahan dan penjualan tanah.
Di Desa Moyo juga terdapat status sosial/kriteria sosial setelah guru yaitu mereka yang sebagai guru juga dan pegawai yang bekerja di instansi swasta. Status ini juga hampir sama proses pencapaianya dengan status sosial pegawai kantor/pejabat dengan Pegawai Negeri Sipil guru. Sehingga di Desa Moyo proses pencapaian status secara umum tidak terlepas dari pengaruh atau hasil dari tanah tersebut.
Pelapisan sosial di masyarakat Desa Moyo tidak terlepas juga dari pengaruh banyaknya ekonomi yang dikuasai oleh masyarakat Desa Moyo. Di Desa Moyo sangat berpengaruh terhadap tanah yang dikuasai, semakin luas lahan yang mereka kuasai semakin banyak juga ekonominya/kekayaan. Disamping penguasaan tanah di Desa Moyo terdapat juga golongan ekonomi yang atas yaitu mereka yang menguasai lahan yang luas dan sekaligus merangkap sebagai Pegawai Negeri Sipil, selain itu juga terdapat mereka yang menguasai lahan pertanian sedang dan mereka juga pergi keluar negeri.
Masing-masing kalas/status sosial di atas mempunyai perbedaan pendapat yang sangat menonjol dan penggunaannya juga terdapat perbedaan-perbedaan, mereka yang kelas ekonominya atas seperti mereka yang punya lahan luas dan jadi Pegawai Negeri Sipil biasanya penggunaannya dengan, biaya pendidikan keluarganya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, biaya haji, biaya pembuatan rumah, biaya rekreasi, biaya pembelian mobil/sepeda motor untuk angkutan pribadi dll, bagi mereka yang mempunyai ekonomi dari hasil tanah dan penggunaannya. Tujuannya pada usaha perluasan lahan, biaya pendidikan, kebutuhan sehari-hari digunakan untuk haji itupun secara keridit lain halnya dengan mereka itu yang mempunyai ekonomi seperti diatas biaya haji dengan cara tunai, pembelian sepeda motor ada yang tunai dan ada yang kridit dan penggunaan biasanya untuk berusaha dan ojek, pembelian barang mewah tidak terlalu berlebihan dan lain-lain. Bagi mereka yang kelas ekonomi bawah mereka hanya berusaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kalaupun ada usaha lain tapi masi bergantung pada kelas ekonomi atas dan menengah misalkan mereka sebagai peladen/buruh bangunan,pengikut traktor dan ngembala kerbau. (wawancara dengan bapak Hasan, 10 juni 2010).
Dari beberapa penjelasan tentang stratifikasi sosial petani di Desa moyo maka dapat dilihat bentuk-bentuk stratifikasi sosial petani dan ekonominya sebagai berikut:
1. Stratifikasi sosial petani secara umum
a. Strata atas adalah mereka yang mengelolah sawah/tanah dengan memanfaatkan teknologi milik sendiri dan dengan memperkerjakan menengah dan bawah.
b. Strata menengah yaitu mereka yang menggarap sawah/tanah mereka sendiri dan memanfaatkan teknologi/mesin traktor, mesin perontok padi dari strata atas.
c. Strata bawah yaitu mereka yang menggarap tanah sendiri dan bekerja sebagai buruh tani di sawah atau ladang kelas atas dan menengah.
2. Stratifikasi sosial petani berdasarkan kriteria ekonomi
a. Kelas ekonomi atas yaitu mereka yang mempunyai hasil pertanian banyak(lahan luas), hasil dagang dan Pegawai Negeri Sipil serta dari hasil usaha/bisnis.
b. Kelas ekonomi menengah yaitu mereka yang hasil pertanian dibawah strata atas, Pegawai Negeri Sipil guru, hasil merantau ke Arab Saudi dan berdagang
c. Kelas ekonomi bawah yaitu mereka yang menarik pendapatan dari hasil pladen/buruh dan menjalankan traktor, tukang ojek.