Selasa, 06 Maret 2012

OLAT MAJA MENCAIR, GELONDONG MULAI BEROPERASI

AKANKAH PENCEMARAN LINGKUNGAN MENJADI BUDAYA?


Senin (5/3) Para penambang emas di Olat Maja (gunung maja) terus bergelut dengan palu dan betel untuk mangais rejeki dengan mengharapkan ada biji emas yang bisa diperoleh. Satu bulan semenjak Olat Maja dikabarkan mengandung biji emas yang banyak, serentak masyarakat Sumbawa berbondong-bondong melakukan penambangan di bukit tersebut. Olat Maja yang terletak di Desa Ngali Kecamatan Lape dikabarkan telah menghasilkan banyak emas dari hasil pencarian para penambang. Sehingga berbagai kalangan datang dari dalam maupun luar kabupaten sumbawa. Tidak hanya itu, dari petani, nelayan, pedagang hingga Pegawai Negeri Sipil pun tidak luput dari hasrat untuk mendapatkan emas di olat maja.

Meski secara geografis Olat Maja berjarak cukup jauh dari ibu kota Kecamatan Lape, tidak menyurutkan niat para penambang untuk mengais riski walau panas terik. Medan yang sulit dengan jalanan yang becek dan berlumpur menjadi tantangan yang harus dilalui oleh para penambang. Tidak hanya itu, aksi premanisme sering sekali menjadi pemandangan yang memiris hati dimana penambang yang satu mencuri bahkan merampok hasil penambang yang lain. Tidak obahnya dalam cerita dongeng dimana hukum rimba selalu dimenangkan oleh si raja rimba (yang kuat menindas yang lemah).


Tidak senada dengan kondisi yang terjadi dimasyarakat. Dikalangan elite sedang hangat membahas tentang bagaimana mewujudkan pertambangan yang sejahtera dan berperadaban. Pertambangan yang diharapkan mampu memberikan dampak baik terhadap ekonomi masyarakat maupun dampak terhadap lingkungan. Namun melihat realita yang ada, sepertinya hal tersebut mustahil untuk diwujudkan. "Terlambat" adalah statement yang pantas dengan kondisi real saat ini. Berbagai elemen yang selama ini memperjuangkan penolakan terhadap tambang kini mulai melebur dengan "si pemilik tambang". Sebagian masyarakat yang selama ini juga sangat peduli dengan lingkungan tempat tinggalnya, kini mulai terlena dengan godaan emas. Mesin gelondong yang digunakan untuk mengekstrak biji emas sudah barang tentu menjadi penebar air raksa (mercuri) yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan terhadap pencemaran lingkungan. Namun bagi masyarakat saat ini gelondong dan mercuri sangatlah akrab seolah-olah kedua benda ini menjadi industri rumahan yang sangat menjanjikan.

Memang dilematis situasi yang terjadi saat ini. Dilain sisi pencemaran lingkungan harus tetap kita tolak demi kelestarian lingkungan kita. Namun disisi lain keadaan ini merupakan masalah kebutuhan (mulut dan perut). Keberadaan perusahaan tambang yang berijin selama ini ternyata tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Royalti dari perusahaan malah menjadi rebutan pemerintah pusat dan daerah, persis sama dengan perebutan harta warisan yang ditinggalkan oleh perusahaan yang memang akan meninggalkan tanah kelahiran kita suatu saat. (Gempar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar