Sabtu, 10 Maret 2012

AGAMA ISLAM DALAM KEHIDUPAN MODERN

Oleh : MUFTI JAUHARI ALHUSNI
 
 
Mengawali pembicaraan ini perlu digaris bawahi keharusan pemisahan antara agama dan pemeluk agama seperti ucapan Syekh Muhammad Abduh “Al-islam Mahjub Bil Muslimin” (Keindahan ajaran Islam ditutupi oleh kelakuan sementara umat Islam).
Islam memiliki prinsip-prinsip dasar yang harus mewarnai sikap dan aktivitas pemeluknya. Puncak dari prinsip itu adalah tauhid. Di sekelilingnya beredar unit-unit bagaikan planet-planet tata surya yang beredar di sekeliling matahari, yang tidak dapat melepaskan diri dari orbitnya. Unit-unit tersebut antara lain :
  1. Kesatuan alam semesta, dalam arti Allah menciptakannya dalam keadaan yang amat serasi, seimbang di bawah pengendalian Allah Swt, melalui hukum-hukumNya.
  2. Kesatuan kehidupan, bahwa kehidupan duniawi menyatu dengan kehidupan ukhrawi, sukses atau gagalnya ukhrawi ditentukan oleh duniawi.
  3. Kesatuan ilmu, tidak adanya pemisahan antata ilimu-ilmu Agama dan ilmu-ulmu umum, karena semuanya bersumber dari Allah Swt.
  4. Kesatuan iman dan rasio, antara iman dan akal masing-masing mempunyai wilayah hingga harus saling melengkapi.
  5. Kesatuan agama, Agama yang dibawakan oleh para nabi semuanya bersumber dari Allah Swt. Prinsip-prinsip pokoknya tidak berubah samapai sekarang.
  6. Kesatuan individu dan masyarakat , masing-masing harus menunjang.
Dari prinsip-prinsip di atas kita dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan positf dalam masyakat, karena islam memperkenalkan diri sebagai agama yang sesuai dengan setiap waktu dan tempat. Islam mempersilahkan umatnya untuk mengembangkan ilmu, menggunakan akalnya menyakut segala sesuatu yang berada dalam wilayah nalar, namun harus kita ingat bahwa jangankan alam yang begitu luas, diri kita sendiripun belum sepenuhnya kita kenal. 
 
Islam tidak menghalangi kita untuk memperoleh harta yang banyak. Bahkan harta yang banyak dinamainya khair (baik) dalam arti perolehan dan penggunaannya harus dengan baik. Islam juga tidak melarang umatnya untuk senang-senang di dunia, namun yang harus kita garis bawahi bahwa kesenangan dunia tidak haqiqi, oleh karena itu janganlah kesenangan dunia sampai melegahkan kita dari kesenangan yang haqiqi (kesenangan akhirat) atau melengahkan kita dari kewajiban kepada Allah dan masyarakat.
 
Umat Islam di perkenalkan dalam Alqur’an sebagai ummatan washatan (umat pertengahan), yaitu umat yang tidak larut dalam spritualisme tetapi tidak pula hanyut dalam materialism. Seorang muslim memenuhi kebutuhannya dan mewarnai kehidupannya bukan ala malaikat, tetapi tidak juga ala binatang. Hubungan seks adalah hubungan yang dibenarkan dalam islam, tetapi karena manusia adalah makhluk yang terhormat tersusun atas jasmani dan rohani maka hubungan tersebut harus pula menjadi hubungan lahir dan batin oleh karena itu harus dikukuhkan atas nama Allah melalui aqad yang sah berdasarkan hukum syara’, dan selanjutnya akan menjadi ibadah sebagai pemenuhan sunnah rasul.
 
Manusia adalah makhluk paling mulia di alam jagad raya yang ditundukkan Tuhan kepadanya. Ia diberikan kelebihan atas makhluk lainnya, tetapi sebagian kelebihan dan keistimewaan itu (materiel-immateriel) diperoleh melalui bantuan masyarakat. Bahasa dan adat istiadat adalah produk masyarakatnya. Keuntungan materiel tidak mungkin akan didapat tanpa bantuan masyarakat.
Kalau demikian, maka wajar jika hak asasi manusia dikaitkan dengan kepentingan masyarakat serta ketenangan orang banyak. Pandangan Barat menyatakan : “Anda boleh melakukan apa saja selama tidak melanggar hak orang lain”, tidak sejalan dengan tuntunan moral Al-qur’an yang menyatakan “Hendaklah Anda mengorbankan sebagian kepentingan Anda guna kepentingan orang lain.
Mereka (kelompok Anshar ) mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sekalipun mereka dalam kesusahan. Siapa yang memelihara dari kekikiran dirinya, mereka dalam kekikikran dunianya, mereka adalah orang-orang beruntung (QS Al-Hasyr [59]:

Bagaimana dengan masyarakat Islam Sumbawa dalam Kehidupan Modern ?????
 
Sesuai dengan falsafah “Adat barenti ko syara’, syara’ barenti ko kitabullah”, taket ko nene kangila boat lenge maka hal tersebut harus tercermin dalam kehidupan kita (adap edap kateman parange kita). Akan tetapi dalam kehidupan modern sekarang ini sebagian dari kita meninggalkan sendi-sendi kehidupan yang dimaksud, ini terbukti dengan kecenderungan generasi kita pada hal-hal yang bersifat duniawi saja nilai moral agama dan budaya kita yang samawi berada di nomor ke-sekian, kadang kala orang tua pun lebih ya satingi ila bao dunia ke dosa doraka ko Nene’.
 
Akankah masyarakat kita akan mendapati ajalnya ???
 
Pemuda, gubahlah dunia dengan Ilmumu, sinarilah zaman dengan imanmu (M. Natsir). Maka keberlanjutan masyarakat kita dengan segala asesoris budayanya tergantung dari kita orang yang akan mewarisinya, apa dan bangaimana kita membentuk pribadi sehingga kita tidak menjadi masyarakat yang kehilangan identitas (identitas Agama dan identitas budaya). Menjamah perubahan dengan tetap mempertahankan identitas budaya sangat diperlukan kekuatan iman dan taqwa sebagai pelindung dari pengaruh buruk yang datangnya secara bersamaan, tetapi tidak juga kita sadari bahwa kadang kala kita sendiri yang merusak tatanan nilai budaya yang ada (sesuai dengan ungkapan Syekh Muhammad Abduh di atas). Ada banyak hal-hal buruk yang saya sendiri malu untuk memaparkannya dalam tulisan ini, namun itu yang harus kita sadari dan kita harus tetap bermuhasabah hingga adanya perubahan pada diri pribadi kita.

Sebagian dikutip dari Buku Wawasan Al-Qur’an. Quraisy Shihab (Dari berbagai sumber)
Semoga Bermanfat,,,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar