Senin, 27 Februari 2012

NASIONALISME YANG MULAI LUNTUR


KITA SERING MENGANGGAP REMEH BENDERA KITA SENDIRI 


Tentu kita semua sepakat dengan pepatah yang mengatakan “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya”. Sehingga menjadi kewajiban kita untuk tetap mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ada banyak cara untuk menunjukkan penghargaan kita terhadap para pahlawan yang telah merebut kemerdekaan negara ini. Tentu hal yang paling sederhana dan sering terngiang ditelinga kita (sejak masa kanak-kanak) adalah dengan mengisi kemerdekaan. Mengisi kemerdekaan juga banyak caranya, bisa dengan melakukan perubahan-perubahan ke arah kemajuan yang lebih baik atau bahkan berdiri di barisan paling depan sebagai tameng ketika martabat bangsa kita dihina atau dicaplok perbatasan/wilayah kekuasaan kita. Namun pada kenyataannya, setelah kita merdeka keadaan bangsa ini justru tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh syuhada-syuhada kita terdahulu. Sekali lagi ingin saya katakana “walaupun masa penjajahan telah berganti dengan alam kemerdekaan, tapi keadaan tidak begitu membaik seperti yang dicita-citakan para pahlawan kita. 

Kalau kita berbicara tentang idealisme, dulu rakyat rela mati demi mempertahankan NKRI. Tapi sekarang malah rakyat yang rela mati demi menghancurkan NKRI seperti yang dilakukan para teroris dan pelaku bom bunuh diri. Semua kita pasti tahu sebab dari hal tersebut yaitu rasa keadilan yang tidak mereka dapatkan (persoalan nasionalisme). Namun saya ingin berbicara dari hal paling sederhana yang terjadi selama ini. Hal kecil yang kita anggap sepele ternyata telah menghilangkan kesadaran kita betapa kita telah mencoreng bangsa sendiri dengan tidak menghargai “bendera kebangsaan kita”.

Mencermati UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, akan membangkitkan semangat kita untuk cinta kepada negeri ini. Negeri yang diperjuangkan dengan darah dan nyawa selama berabad-abad lamanya. Simak saja dialektika sejarah perjuangan bangsa kita, rasa kecintaan yang besar kepada negeri atau yang dikenal dengan NASIONALISME yang begitu dalam tertanam disanubari rakyat Indonesia, “Tapi Itu Dulu”. Banyak media dan cara yang dijadikan sarana pengobar semangat nasionalisme pada waktu itu, misalnya dengan mengibarkan bendera merah putih disetiap sudut kota, desa, bahkan disetiap rumah-rumah tanpa rasa takut sedikitpun akan bahaya yang dihadapi karena masih dalam suasana peperangan. “Tapi Itu Dulu”. Mari kita simak beberapa hal di bawah ini. Dimana kita telah melakukan banyak pelanggaran terhadap bendera kebangsaan kita.

UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan ini disahkan pada 9 Juli 2009. UU 24/2009 ini secara umum memiliki 9 Bab dan 74 pasal yang pada pokoknya mengatur tentang praktik penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa dan lambang negara, serta lagu kebangsaan, berikut ketentuan–ketentuan pidananya.

Bendera
Pasal 24 a jo Pasal 66

Setiap orang dilarang: (a) merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp.
Dari pasal di atas, sangat nampak bahwa telah terjadi pelanggaran besar terhadap penggunaan bendera negara. Dimana demontrasi-demontrasi yang terkadang anarkis, berujung pada pembakaran bendera merah putih sebagai panji bangsa. Sungguh perbuatan yang bertolak belakang dengan nasionalisme dan kesantunan masyarakat timur. Walaupun tindakan dari aparat sudah sesuai dengan perundang-undangan dengan memberikan sanksi yang berat kepada pelaku pembakar bendera merah putih, namun alangkan ironisnya ketika kita sendiri yang tidak menghargai bendera bangsa bahkan merusak symbol dan lambang negara. Bukankah seharusnya hal ini bisa dicegah.

Pasal 24 b atau c atau d atau 3 jo Pasal 67

Setiap orang dilarang: (b) memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial; (c) mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam; (d) mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan (e) memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00

Pasal ini juga mengatur dengan sangat jelas tentang penggunaan bendera merah putih. Bahwasanya bendera sebagai lambang dan mewakili martabat bangsa, punya perlakuan khusus dan terhormat (meski ia hanya sebuah kain). Tetapi pada kenyataannya, banyak diantara kita memperlakukannya dengan tidak terhormat dan hanya menganggapnya sebagai selembar kain belaka. Di beberapa kantor pemerintah dan perusahaan swasta maupun BUMN sering kita melihat bendera yang dikibarkan dalam keadaan robek, kusam bahkan warnanya sudah tidak jelas lagi. Bahkan ada lagi yang tidak mengibarkan bendera samasekali. Sebaliknya, ada juga yang mengibarkan bendera selama 24 jam penuh sejak pertama kali dikibarkan, sehingga bendera sobek/luntur dengan sendirinya akibat terik panas dan hujan. Padahal perbuatan ini sudah jelas melanggar pasal di atas. Mungkinkah mereka merasa belum merdeka ataukah mereka lupa bahwa mereka telah merdeka dan ataukah mereka tidak tahu samasekali tentang perlakuan terhada symbol negara ini.

Dari sisi lain ada orang yang justru mempunyai pandangan berbeda terhadap persoalan ini, UU ini dianggap mempunyai keanehan tersendiri, misalkan pengaturan tindak pidana dalam penggunaan bendera, ketentuan lama dalam Pasal 154 a KUHP malah tidak dicabut padahal ketentuan ini pada pokoknya mempunyai kemiripan pada Pasal 24 a UU 24/2009. Hal ini dapat menyebabkan duplikasi tindak pidana hanya menyangkut persoalan perumusan norma delik yang sama.
Ketentuan pidana dalam UU 24/2009 juga mempunyai “gejala” over kriminalisasi tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, budaya, dan daya kreativitas dari masyarakat seperti mengkriminalkan tindakan mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam. Gejala over kriminalisasi disini merupakan akibat dari ketiadaan landasan filosofis dalam perbedaan perumusan norma ancaman pidana.

Walaupun terdapat perbedaan dalam pandangan, saya mengajak kepada para pembaca untuk lebih menunjukkan rasa hormat dan penghargaan yang tinggi kepada symbol negara sendiri. Karena sesungguhnya para pahlawan kita memperlakukan bendera merah putih sama seperti nyawa mereka. Saya juga berpesan kepada Bapak/Ibu yang mempunyai kekuasaan untuk melakukan penanaman nila terhadap makna dan bendera sebagai lambang Negara harus dilakukan dan dimatangkan mulai dari usia dini hingga dewasa. Semoga tulisan ini menggugah hati kita.(Jul dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar