Jumat, 17 Juni 2011

SENI DAERAH SUMBAWA (Bagian Dua)

Seni Rupa

Kepandaian menghias telah dimiliki masyarakat Sumbawa sejak dahulu kala. Kepandaian ini disalurkan dalam kegiatan menghias yang disebut Seni Kelingking yaitu seni hias yang kegiatannya berhubungan dengan pembuatan motif hias dengan menggunakan berbagai teknik dan media. Hal ini terlihat pada berbagai hiasan yang diterapkan pada benda-benda pakai maupun pada benda-benda hias baik yang terbuat dari bahan kertas, kain, kayu, logam, tanah liat dan sebagainya, merupakan hasil seni kelingking.

Seni teater

Seni teater atau seni peran bagi daerah Sumbawa langsung berkenalan dengan teater moderen. Kalau di Lombok, Bali mengenal terater tradisional, sdang di Sumbawa tidak ada teater tradisional.

Seni sastra

Kapan bahasa Sumbawa mulai dipergunakan oleh penduduk asli di jaman purba, tidak seorangpun yang dapat mengetahuinya. Data-data sejarah mengenai hal itu tidak pernah dijumpai.

Lawas yang berinduk dari bahasa Sumbawa tidak diketahui kapan mulai pertumbuhannya dikalangan masyarakat.

Kehadiran dalam kultur manusia mula pertama berperan sebagai alat ekspresi suasana batin manusia dan sebagai alat perekam peristiwa yang terjadi diseputar kita. Jika suasana batin manusia primitif diliputi haru, sendu, gunda gulana karena musibah atau datangnya marabahaya yang mengancam hidupnya, maka untuk menanggulanginya denga dijalin atau dicurahkan perasaannya dalam bentuk kata-kata bertuah/mantera untuk mengusir marabahaya tersebut. Mereka memberi jampi pada senjata-senjata yang mengawal hidupnya atau menyampaikan pesan lewat lagu-lagu dalam upacara pemujaan agar yang gaib dapat mengusir unsur-unsur yang menimbulkan mara bahaya. Sekira inilah peranan lawas pada awalnya.

Contoh mantera Sumbawa untuk menentang kekejaman alam.

Genia genkum genia genkum

Oo binatang putih jalu

Mana ular, lipan, teledu

Lamin ngaluit mu rengkam

Terjemahan :

Genia genkum genia genkum

Wahai hewan putih taring

Biar ular, lipan, kalajengking

Jika bergerak maut mencekam

Lawas (puisi lisan tradisional Sumbawa) yang kita kenal sejak dahulu hingga sekarang tidak dimiliki oleh perorangan tetapi milik bersama turun temurun. Ahli lawas menurunkan pada anak cucunya secara lisan. Lawas tidak ditulis dalam buku khusus kalaupun ada dulu kita kenal dengan BUMUNG (lembaran daun lontar tertulis yang disimpan dalam tabung bambu) kebanyakan isinya LAWAS TUTIR (ceritera), silsila dan sejarah pahlawan sakti yang ditulis dengan SATERA JONTAL (tulisan lontar) mirip dengan aksara Bugis/Makasar. Satera jontal ini merupakan huruf khas daerah Sumbawa.

Pada zaman Pemerintahan Sultan Sumbawa ada seorang ulama dan juga budayawan bernama Haji Muhammad Kadhi menciptakan lawas agama yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku yang berjudul PAMUJI yang didalamnya berisikan lawas akherat, puji-pujian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan keagungan /keluhuran agama islam.

Lawas (puisi lisan tradisional Sumbawa) yang merupakan cermin jiwa anak-anak, getar sukma muda-mudi dan orang tua. Pembagian lawas pada umumnya terdiri dari lawas tau ode (anak-anak), lawas taruna dadara (muda mudi), dan lawas tau loka (orang Tua). (Dea Ranga)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar