Rabu, 15 Juni 2011

Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial Petani Di Desa Moyo

Sistem pelapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak, dianggap masyarakat berkedudukan dalam lapisan atasan. Mereka yang hanya sedikit sekali atau tidak memiliki sesuatu yang berharga dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah Patirim A. Sorokin (dalam Soerjono Soekanto, 251:1999).
Struktur sosial Vertikal atau stratifikasi sosial menggambarkan kelompok-kelompok sosia dalam susunan yang bersifat hierarkhis atau berjenjang sehingga dalam dimensi struktural ini kita melihat adanya kelompok-kelompok masyarakat yang berkedudukan tinggi, sedang dan rendah. Sedangkat struktur sosial horizontal atau diferensiasi sosial menggambarkan kelompok-kelompok sosial tidak dilihat dari tinggi rendahnya kedudukan kelompok itu satu sama lain, melainkn lebih tertuju kepada variasi atau kekayaan pengelompokkan yang ada dalam suatu masyarakat Patirin Saralin (dalam Jabrohim, 185:2006).
Secara umum kita melihat masyarakat Desa atau petani masih berorientasi pada tanah dan kompetensi yang digambarkan adalah kepemilikan tanah. Masyarakat Desa Moyo kecamatan Moyo Hilir terdapat bentuk-bentuk stratifikasi sosial petani yang dapat kita lihat dari kepemilikan lahan atau tanah pertanian, status sosial, gaya hidup, bentuk rumah dan pekerjaan.
Tanah merupakan aset yang sangat penting dari mayoritas masyarakat Desa Moyo. Dengan demikian tanah atau lahan pertanian yang membentuk stratifikasi sosial di Desa Moyo sehingga dapat dikelompokkan bahwa tingkn atas di Desa Moyo adalah mereka yang memiliki lahan pertanian yang luas dan mereka yang menguasai setengah dari tanah menempati kelas yang menengah dan kelas bawah adalah mereka yang berada di bawah kelas atas dan menengah (wawancara dengan bapak Mursali 18 juni 2010).
Penguasaan tanah di Desa Moyo dapat dilakukan oleh tiap-tiap strata yang ada dengan usaha yang mereka lakukan diantaranya dengan membeli lahan pertanian dari hasil pertanian, hasil beternak, hasil berdagang (usaha) serta hasil merantau keluar negeri yang kebanyakan dari penduduk Desa Moyo adalah ke Arab Saudi. Penguasaan tanah itu dapat dilakukan oleh masyarakat Desa Moyo pada persawahan Orong Rea, Orong Masin, Orong Serading, Orong Sejeruk, Orong Telaga, Dan Orong Sebeta. Dari masing-masing persawahan tersebut terletak di Desa Moyo Mekar, Desa Moyo, dan Desa serading.
Kepemilikan tanah pertanian bagi masing-masing strata selain dari pembelian yang dilakukan secara tunai juga didapatkan melalui penyewaan baik yang setahun ataupun dengan pembatasan yang tidak ditentukan dalam artian dilakukan dengan pinjaman uang dengan menyewakan tanah mereka dan sebelum uang mereka kembali tanah yang mereka garap tidak bisa dikembalika ataupun mereka ambil. Penyewaan ini di Desa Moyo dinamakan penyewan kembali uang atau bahasa Sumbawanya Ramalek Uang.
Adapun cara pembelian atau penyewaan lahan pertanian yang dilakukan oleh strata yang ada di Desa Moyo adalah sebagai berikut:
- Sewa mate uang: Pemilik lahan atau tanah, menyewakan tanahnya dengan sistem tidak kembali uang lagi.
Sistemnya: Pemilik tanah menyewakan tanahnya dengan harga Rp 2.000.000 dengan jangka waktu dua tahun dan sesudah dua tahun maka lahan atau tanahnya diambil lagi/dikembalikan.
- Sewa No mate uang: Pemilik lahan atau tanah menyewakan lahan atau tanahnya dengan sistem kembali uang.
Sistemnya: Pemilik lahan atau tanah menyewakan Rp 2.000.000 selama dua tahun setelah jatuh tempo yang disepakati maka uang yang disewakan akan dikembalikan.
- Beli Kontan: Merupakan pembelian secara tunai dengan jumlah harga yang sudah ditentukan oleh pemilik lahan/tanah (wawancara dengan bapak A. Rahim 19 juni 2010).
Dari proses penyewaan/pembelian di atas masing-msing strata di Desa Moyo Kecamatan Moyo Hilir memiliki perbedaan dalam proses penguasaan dan disesuaikan dengan kesepakatan yang ada. Dalam penyewaan/pembelian ini sebagian besar dilakukan oleh mereka yang strata/tingkat menengah dan mereka yang strata atas lebih kepada pembelian tanah secara kontan. Mereka yang kelas atas juga menyewakan tanah mereka, penyewaan ini dilakukan karna disebabkan untuk mendapatkan hasil dari sewa tanah saja artinya penyewaan tanah tetap dilakukan secara terus menerus pada mereka yang punya modal banyak baik dari hasil tanahnya, gaji, hasil merantau dll.
Kelas atas di Desa moyo dapat kita lihat dari luas kepemilikan tanah yang mereka miliki, mereka yang kelas atas ini memiliki tanah ± 5 hektar dengan sistem irigasi yang dapat mengairi sawah mereka juga dengan adanya tanah perladangan (tada hujan) yang pada umumnya dikelolah setiap satu tahun sekali. Kelas menengah di Desa Moyo adalah mereka yang memiliki luas tanah dibawah ± 0,5 sd 2 hektar dengan sistem irigasi yang sama dan juga memiliki tanah perladangan (tada hujan) dan kelas bawah Adalah mereka yang memiliki tanah 0,5 sd 50 are.
Fakta sosial yang lain juga terlihat antara lain pada bentuk rumah, dari strata atas adalah bentuk rumah yang dalam hal ini strata atas condong ke bentuk rumah batu (permanen) dan telah dikeramik serta dipelaster, bagi strata menengah mereka memilki desain rumah yang kebalikan dari strata atas (belum diplaster dan masih berlantaikan semen) bagi strata menengah ini juga mereka ada yang berumah panggung belakangnya dan Rumah batu depannya yang disatukan (semi permanen), dan strata bawah adalah mereka yang berumah gedek yang pondasinya sudah dibagun tapi belum jadi (ditembok). Tingkat pendidikan yang dalam hal stratifikasinya, yang strata atas adalah yang bertamatan SI, menengah adalah yang bertamatan D3 dan D2 dan strata bawah adalah yang tamatan SMA,SMP, SD, dan buta huruf. Dalam pergaulan dengan masyarakat juga terlihat dimana strata atas di Desa Moyo adalah mereka yang menempati status sebagai staf pemerintahan, strata menengah adalah tokoh-tokoh masyarakat dan kelas bawah adalah dari kalangan masyarakat biasa yang dalam penempatan dari strata-strata ini terlihat dalam acara-acara adat ataupun dalam pergelaran budaya di Desa Moyo.
Strata atas ini mempunyai perbedaan dalam memberdayakan lahannya yaitu dengan mengelolah sendiri lahan pertaniannya di Desa Moyo, orang yang memberdayakan lahanya sendiri termasuk kelas atas karna dilihat dari penguasaan tanah yang dimiliki. Tanahnya dikelolah sendiri tidak disewakan kepada orang lain. Cara pengelolahannya sama seperti petani-petani yang lain, tetapi kelas ini mengelola hasil pertanian dengan cara menjual hasil pertanian. Misalkan hasil pertanian langsung dijual sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan untuk modal selanjutnya dalam pengelolahan lahan/sawah tahun-tahun berikut, serta rata-rata dari kelas menengah dan bawah hasil dari pertanian mereka selain sebagiannya dijual juga distok untuk kebutuhan konsumsi pada bulan-bulan musim kemarau. Hal itu berlangsung setiap tahun (wawancara dengan bapak Suhardi, 22 juni 2010).
Masing-masing strata yang ada di Desa Moyo dapat kita lihat pada Musim tanam dan musim panen padi berlangsung. Jika mereka yang kelas atas dapat kita lihat dengan proses siapa yang menggarap dan mengerjakan sawah mereka, biasanya dalam membajak mereka menggunakan mesin traktor sendiri dengan dijalankan oleh keluarga maupun anak dari mereka juga diambil dari kelas menengah dan bawah sebagai perluasan kerja mereka di bidang pertanian.
Setelah sawah mereka selsai digarap maka mereka juga dalam meningkatkan pendapatan dalam bidang pertanian melakukan pengambilan penyewaan dengan menggarap sawah orang lain yang umumnya pada mereka yang kelas menengah dan bawah disesuaikan dengan luas dan besar pematang yang dimiliki dengan komulasi Rp 600.000/hektar. (wawancara dengan bapak Sahruddin, 22 juni 2010).
Dalam proses penanaman sawah mereka disewakan kepada orang lain dengan sistem borongan dan harian. Tenaga kerja yang dipekerjakan biasanya dari etnis Bima dan Lombok, mereka biasanya datang pada musim tanam dan malahan sudah menjadi perjanjian dengan yang punya sawah dalam arti mereka setiap tahun bisa datang dan mengerjakan pekerjaan tanam sawah/petak mereka juga mempekerjakan tenaga lokal dengan komulasi harga yang sudah dituangkan dalam PERDES setiap tahunya yaitu berkisar antara Rp 25.000 sd Rp 30.000. Kalau yang mengerjakan dari etnis Bima/Lombok juga di sesuaikan dengan luas lahan/jumlah petak dengan komulasi 1 hektar = Rp 1.000.000 dan beras yang telah sepakati (wawancara dengan Kepala Desa, 10 Juni 2010) .
Begitu juga halnya ketika musim panen tiba strata atas ini menyewakan pemanenan padi mereka dengan sistem:
1. Sanyinggu dalam artian dengan memberikan bentuk borongan yang dipekerjakan oleh etnis bima/Lombok dan juga lokal dengan:
- Nyinggu 7/nyinggu 14
- Nyinggu 8/nyinggu 16
Artinya: Perhitungan menggunakan Blik(alat takaran yang terbuat dari kaleng minyak goreng) memberikan 6 Blik untuk yang punya sawah dan satu blik untuk yang mengerjakanya begitu halnya dengan nyinggu 14 atau 16 dengan klipatannya 2 blik untuk pekerja dan 12/14 blik untuk yang punya sawa. Sistem nyinggu ini mengapa ada yang 14 atau 16 disesuaikan dengan bagus tidaknya tanaman padi yang petani miliki.
2. Karampo dalam artian kerja secara bersama yang dikerjakan oleh pihak-pihak keluarga dari yang kelas menengah dan bawah (masyarakat lokal) dengan upah harian dan dalam hal ini masyarakat Desa Moyo pembayarannya dilakukan dengan menggunakan padi/gabah, biasanya disesuaikan dengan harga gabah (1-2 blik).
Mayoritas petani desa Moyo dari masing-masing strata juga memiliki ladang untuk menanam kacang hijau dan peroses penggarapan tidak jauh beda dengan pertanian/padi tetapi disini, proses penggarapannya lebih kepada individu dan juga kelompok (keluarga). Strata atas biasanya dalam menggarap ladang cendrung menggunakan teknologi yang moderen (pembajakan) dan sistem panennya juga dengan menyewakan/upah harian yang dikerjakan lebih banyak oleh masyarakat lokal dan dalam pemanenan ini disebut Ngemar. Proses ini bagi strata atas menggunakan mesin perontok atau tenaga hewan ternak(kuda,kerbau) dalam proses pengolahan.
Sedangkan strata/kelas menengah dalam proses pertanian mereka selain mengandalkan tenaga sendiri juga memperkerjakan orang lain atau dalam hal ini adalah kelas bawah, dalam proses penggarapan lahan pertanian/petak sawah mereka menyewakan kepada kelas atas yang nota bene memiliki alat atau teknologi (mesin traktor) yang digaris bawahi bahwa tenaga atau pekerja yang menjalankannya diambil dari kelas menengah dan bawah dan ini merupakan perluasan kerja disektor pertanian yang biasa dikelas atas memberikan kepercayaan kepada kelas menengah/bawah ini untuk menjalankannya dan mayoritasnya diambil dari pihak keluarga. Begitu pula halnya dengan proses penanaman kelas menengah ini selain mengerjakan sendiri juga mereka menghandalkan orang lain dengan sistem dan bentuk yang sama pada umumnya dengan apa yang sudah tertuang pada kelas atas.
Dalam peroses pemanenan mereka juga mengunakan sistem nyinggu tetapi juga dalam peroses perluasan kerja disektor pertanian mereka juga mengerjakan pekerjaan nyinggu ini kepada tanah/sawah strata atas dengan komulasi yang disesuaikan dengan kesepakatan dan kualitas tanaman padi (disesuaiakan). Strata menengah ini dalam mengerjakan pekerjaan perladangan dimulai dengan menggarap tanah. Mereka mengerjakan sendiri lahan perladangan dengan membajak menggunakan tenaga hewan ternak yang mereka miliki sendiri dan proses Ngemar atau panennya dengan cara upah individu ataupun ngemar di ladang orang lain artinya orang lain itu membayarnya dengan pergi ngemar ke ladangnya dan di Sumbawa dinamakan Basiru.
Karena dalam tingkatan pemanenan ini masyarakat Desa Moyo mengenal istiah ngemar dan Ninting. Ninting ini merupakan proses pengelolaan untuk mendapatkan biji kacang hijau yang murni setelah terlepas dari kulit dan juga daunya. Biasanya strata menengah ini memanfaatkan tenaga kuda, sapi ataupun kerbau peliharaan mereka. Uniknya dalam proses ninting ini masyarakat Desa Moyo mengenal istilah Nyepo, nyepo ini adalah si pemilik lahan/ladang memberikan sedikit kacang hijau mereka kepada orang-orang yang telah membantunya dalam proses ninting. Jumlahnya tidak ditentukan tetapi tergantung jumlah dan hasil ninting kacang hijau. Kalau mendapat hasil 4-5 karung, folume dari karung yang diartikan adalah dengan menggunakan Bak Baskom/Blik yang setiap satu karung berisi 5-6 Baskom/blik, biasanya diberikan 3,4-5 kg kacang hijau atau dalam bahasa Sumbawa kacang hijau dinamakan antap dan hal nyepo ini sudah menjadi tradisi yang turun temurun di Desa Moyo, hal ini juga dilakukan dan tetap ada pada stiap strata secara umum (wawancara dengan bapak Abasri 10 juni 2010).
Strata bawah pada masyarakat Desa Moyo adalah mereka yang memiliki luas lahan/tanah 0,5-30 are dan penghasilan padi/gabah sebanyak 4-10 karung dengan system pengarapan lahan/tanah dengan membajak sendiri dengan menggunakan tenaga hewan ternak/kerbau. Kerbau mereka adalah kerbau dari strata atas yang dipercayakan kepada mereka untuk merawatnya. Proses tanamnya juga dikerjakan sendiri dan dibantu keluarga juga menggunakan sistem basiru.
Diketahui bahwa dalam pemeliharaan ternak ini, istilah pembagian tetap ada dalam arti setiap kerbau kawin/beranak dua kali, satunya diberikan kepada mereka atau setiap penjualan ternak tersebut mereka mendapatkan porsen dari pemilik ternak(wawancara dengan bapak Kending 22 juni 2010). Diketahui juga bahwa baik strata atas, menengah dan bawah akan terlihat sekali memiliki ternak kerbau dan uniknya setiap pagi dan sore hari para pengembala terlihat di jalan dan biasa menutup jalan ketika pergi mngembala dan pulang mengembala.
Strata bawah pada masyarakat Desa Moyo dalam perluasan kerjanya di sektor pertanian mereka bekerja sebagai buruh tani dalam arti mengambil upah nanam Padi, nyinggu dan upah ngemar di ladang. Dalam proses ini bagi kelas bawah dalam perluasan kerja di sektor pertanian sering sekali mendapat diskriminasi lapangan kerja, artian kelas atas lebih mementingkat etnis lain dalam proses pemanenan padi mereka dan juga karena menjamurnya mereka yang datang setiap tahunnya (wawancara dengan Ibu Awa 19 juni 2010).
Di Desa Moyo pelapisan sosial yang nampak selain strata kepemilikan tanah juga mereka yang mempunyai status sosial di Masyarakat, sebagian besar di Desa Moyo yang mempunyai status sosial/kriteria sosial tidak terlepas dari status kepemilikan tanah tersebut. Semakin luas kepemilikan lahan seseorang semakin mempermudah dalam pencapaian status sosial/kriteria sosial tersebut, ini dapat dilihat dengan jelas bagi mereka yang sudah berstatus dari dulu sampai sekarang adalah mereka yang berstatus pemilikan lahan pertanian dari kelas atas dan menengah. Mereka yang berstatus sebagian pegawai Negeri Sipil. Dari masing-masing status atau kelas ini sangat jelas kelihatannya status kepemilikan lahannya dari dulu sampai sekarang.dari masing-masing strata yang dapat diketahui sebagaimana pengorbanannya yang digunakan sebelum terjadi proses status pegawai Negeri Sipil tersebut dan masing-masing strata pengorbananya berbeda-beda. Mereka yang sebagai pegawai Negeri Sipil kantor lebih besar pengorbanannya bila dibandingkan dengan mereka yang jadi Pegawai Negeri Sipil guru. Masing-masing strata, cara untuk mendapatkan status itu dengan cara pengelolahan hasil pertanian atau hasil lahan dan penjualan tanah.
Di Desa Moyo juga terdapat status sosial/kriteria sosial setelah guru yaitu mereka yang sebagai guru juga dan pegawai yang bekerja di instansi swasta. Status ini juga hampir sama proses pencapaianya dengan status sosial pegawai kantor/pejabat dengan Pegawai Negeri Sipil guru. Sehingga di Desa Moyo proses pencapaian status secara umum tidak terlepas dari pengaruh atau hasil dari tanah tersebut.
Pelapisan sosial di masyarakat Desa Moyo tidak terlepas juga dari pengaruh banyaknya ekonomi yang dikuasai oleh masyarakat Desa Moyo. Di Desa Moyo sangat berpengaruh terhadap tanah yang dikuasai, semakin luas lahan yang mereka kuasai semakin banyak juga ekonominya/kekayaan. Disamping penguasaan tanah di Desa Moyo terdapat juga golongan ekonomi yang atas yaitu mereka yang menguasai lahan yang luas dan sekaligus merangkap sebagai Pegawai Negeri Sipil, selain itu juga terdapat mereka yang menguasai lahan pertanian sedang dan mereka juga pergi keluar negeri.
Masing-masing kalas/status sosial di atas mempunyai perbedaan pendapat yang sangat menonjol dan penggunaannya juga terdapat perbedaan-perbedaan, mereka yang kelas ekonominya atas seperti mereka yang punya lahan luas dan jadi Pegawai Negeri Sipil biasanya penggunaannya dengan, biaya pendidikan keluarganya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, biaya haji, biaya pembuatan rumah, biaya rekreasi, biaya pembelian mobil/sepeda motor untuk angkutan pribadi dll, bagi mereka yang mempunyai ekonomi dari hasil tanah dan penggunaannya. Tujuannya pada usaha perluasan lahan, biaya pendidikan, kebutuhan sehari-hari digunakan untuk haji itupun secara keridit lain halnya dengan mereka itu yang mempunyai ekonomi seperti diatas biaya haji dengan cara tunai, pembelian sepeda motor ada yang tunai dan ada yang kridit dan penggunaan biasanya untuk berusaha dan ojek, pembelian barang mewah tidak terlalu berlebihan dan lain-lain. Bagi mereka yang kelas ekonomi bawah mereka hanya berusaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kalaupun ada usaha lain tapi masi bergantung pada kelas ekonomi atas dan menengah misalkan mereka sebagai peladen/buruh bangunan,pengikut traktor dan ngembala kerbau. (wawancara dengan bapak Hasan, 10 juni 2010).
Dari beberapa penjelasan tentang stratifikasi sosial petani di Desa moyo maka dapat dilihat bentuk-bentuk stratifikasi sosial petani dan ekonominya sebagai berikut:
1. Stratifikasi sosial petani secara umum
a. Strata atas adalah mereka yang mengelolah sawah/tanah dengan memanfaatkan teknologi milik sendiri dan dengan memperkerjakan menengah dan bawah.
b. Strata menengah yaitu mereka yang menggarap sawah/tanah mereka sendiri dan memanfaatkan teknologi/mesin traktor, mesin perontok padi dari strata atas.
c. Strata bawah yaitu mereka yang menggarap tanah sendiri dan bekerja sebagai buruh tani di sawah atau ladang kelas atas dan menengah.
2. Stratifikasi sosial petani berdasarkan kriteria ekonomi
a. Kelas ekonomi atas yaitu mereka yang mempunyai hasil pertanian banyak(lahan luas), hasil dagang dan Pegawai Negeri Sipil serta dari hasil usaha/bisnis.
b. Kelas ekonomi menengah yaitu mereka yang hasil pertanian dibawah strata atas, Pegawai Negeri Sipil guru, hasil merantau ke Arab Saudi dan berdagang
c. Kelas ekonomi bawah yaitu mereka yang menarik pendapatan dari hasil pladen/buruh dan menjalankan traktor, tukang ojek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar