Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Jalaludiin III, sekitar tahun 1883-1931, hidup keluarga tiga bersaudara di Paroso atau di Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa sekarang. Dari ketiga bersaudara tersebut Ilyas yang sulung,di tengah namanya Siti dan yang bungsu adalah Lembang Basyir. Ketiga bersaudara ini memiliki sifat dan kelebihan masing-masing, Ilyas bersahabat dengan bangsa jin dari itu bisa membuat rumah panggung yang cukup besar dalam semalam. Siti yang difuji oleh orang kampung karena berperangai baik dan beradab sopan santun. Dan yang bungsu Lembang taruna baik, berambut gondrong, berkulit kuning dan baik hati, kesemua itu ciri-ciri dari orang pemberani, artinya tidak takut mati membela kebenaran.
Seperti lasimnya taruna-taruna dan masyarakat lain di Moyo masa itu, bermata pencaharian bertani, Lembang pun demikian. Saat musim tanam tiba Lembang pun pergi kesawahnya di Orong bale Keban sekitar Dusun Pelita Desa Serading Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa saat ini. Dikehidupan sehari-hari Lembang memiliki banyak sahabat di Moyo bahkan sampai di luar Moyo, Cuma ada satu sahabat yang paling dekat dengannya yang berpisa siang malam yang bernama Rombe.
Masuk Bui karena di fitnah
Suatu hari Rombe sahabat dekat Lembang membeli kepala sabuk (ikat pinggang) yang berlapiskan emas dari sahabat Lembang juga namanya Suki. Ditangan Rombe kepala sabuk ini jadi masalah, jadi perkara karena kepala sabuk ini milik Engga yang di curi oleh Suki dan dijual ke Rombe. Masalah kepala sabuk ini tersebar berita sampai pelosok desa dimiliki oleh Rombe. Suki yang menjualnya tidak tenang lagi hingga sampai terpikir oleh Suki bahwa Rombe ini harus dibunuh, bila tidak ia akan mendapat malu.
Tersebar di desa kalau Rombe mati dibunuh orang, semua masyarakat bertanya-tanya apa penyebab kematiannya padahal Rombe orang baik-baik. Sultan Muhammad jalaluddi III raja pada masa itu menudu oleh Lembang lah yang membunuh Rombe, mustahil orang lain Lembang dan Rombe adalah dua sahabat yang sangat dekat dan tidak terpisa siang malam kata Sultan.
Ketika itu Lembang di sawahnya Orong Bale Keban, mendengar berita kalau sahabatnya mati di aniaya, bergegas pulang sampai di Moyo terbenam matahari. Dengan tidak bertanya lebih dulu Lembang langsung ditangkap oleh pesuru Raja dan memasukkannya ke bui.
Bergabung dengan Baham di Batu Rotok
Merasa diri tidak bersalah Lembang lari dari bui pergi ke Batu Rotok Kecamatan Batu Lante Kabupaten Sumbawa bergabung dengan Baham. Baham adalah salah satu oarang yang berselisih paham dan mencelah raja tunduk pada VOC. Baham memang ditakuti oleh raja dan VOC saat itu, karena beliu orang yang sangat kebal dengan senjata baik senjata dari besi maupun peluru senapan. Lama Lembang bergabung dengan Baham, sampai Lembang menjadi orang yang percaya oleh Baham, hingga semua ilmu Baham diturunkan ke Lembang. Lembang menjadi orang kebal seperti Baham tetapi Lembang tetap orang yang renda hati dan pandai bergaul dengan anak-anak, remaja, dewasa maupun tua.
Lembang kembali ke Moyo
Waktu itu saat azan subuh Lembang kembali menginjak tanah Moyo bersamaan dengan Baham. Raja mengetahui bahwa Lembang sudah kembali ke Moyo. Disiapkannya tentara kerajaan diberangkatkan ke Moyo mencari akal untuk menangkap Lembang. Lembang menyisikan diri ke Orong Batu Jonga, Orong Tiu Buntar dan Orong Bale Keban. Di bukit Lengir sebelah barat Lembang membuat gua tempat bersembunyi dan sampai sekarang orang menyebutnya Liang Lembang (Gua Lembang). Berkali-kali tentara kerajaan berjaga-jaga di mulut gua tetapi Lembang dapat keluar dengan mudah, karena Lembang memiliki ilmu tidak terlihat oleh mata kasar.
Habis sudah akal raja untuk menangkap Lembang, akhirnya raja membuat pengumuman sejenis sayembara yang berisi, siapa-siapa yang bisa mengkap Lembang hidup atau mati akan diberikan hadia. Sayembara tersebut memancing niat dua sahabat Lembang yang lain yaitu Kade dan Sukri terhadap hadia yang disiapkan raja. Kade dan Sukri berpura-pura kabur dari bui dengan memakai baju bui, bermalam-malam ketiga sahabat ini tidur bersama-sama. Pada suatu malam ketiganya Lembang, Kade dan Sukri tidur di benalu, dengan nyenyaknya Lembang tertidur sampai kedua sahabatnya dengan mudah mengikat dan membacok seluruh tubuhnya tapi tidak bisa mati. Lembang terjaga dan berkata kepada dua temannya “kalian mau membunu ku” dan berpesan saya rela mati malam ini dengan senjata saya (parang), begitu selesau Lembang bicara salat satu dari temannya mencabut parangnya Lembang dan memenggal lehernya.
Kade dan Sukri berangkat menemui Dewa Meraja di Samawa (Raja di Sumbawa) dengan membawa kepala Lembang sebagai bukti bahwa Lwmbang sudah di bunuh. Selesai menerima hadia dari raja Kade dan Sukri pamit pulang.
Kepala Lembang dikembalikan ke Moyo disatukan dengan tubuhnya, dan ajaibnya kepala dan tubuh bersatu lagi seperti tidak terpotong. Semut dan binatang kecil yang memakan bekas darah Lembang semuanya mati, begitu pula dengan kuburan Lembang di di pemakaman Desa Moyo tidak tumbuh rumput satu pun diatasnya.
Supaya Lembang tetap teringat terus, jalan didepan Puskesmas Moyo Hilir di nama Jalan Lembang dan Pamswakarsa di desa Moyo diberi nama Putra Lembang. (Dea Ranga sumber Madya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar