Jumat, 13 April 2012

PASCA BANJIR, HASIL PANEN MENURUN TAJAM


PETANI ORONG PARI DAN ORONG REA RESAH DENGAN HASIL PANEN
 

Moyo Hilir (12/4). Paskah banjir pada bulan maret kemarin, hasil panen padi di tiga desa yang terkena banjir yaitu desa Kakiang, Berare dan Sengkal menurun drastis. Air bah disertai lumpur yang merendam areal persawahan membuat tanaman padi yang pada waktu itu sedang berbunga menjadi hampa (tidak berisi) dan membuat bulir-bulir padi berwarna hitam kusam. hal tersebut membuat petani merasa pasrah dengan kerugian yang di perkirakan mencapai separuh dari hasil panen pada tahun2tahun sebelumnya.

Dari hasil croscek tim Gempar” ke tiga lokasi desa tersebut, tampak bahwa hasi panen pada tahun ini dipastikan menurun drastis akibat dari banjir lalu. Dampak yang cukup parah terkena di persawahan Orong Rea dan Orong Pari yang berada di wilayah Desa Berare dan Desa Kakiang. Bapak Tahami warga Desa Berare kecamatan Moyo Hilir memberi keterangan bahwa hasil panen pada tahun ini menurun drastis. Beliau mengatakan “Pada tahun-tahun sebelum banjir ini melanda sawah kami, hasil panen saya bisa mencapai 3 Ton tiap kali panen. Sedangkan panen kali ini hasilnya kurang dari 1,5 Ton dan terlalu banyak padi yang rusak, berwarna hitam, dan tidak berisi sehingga membuat saya mengalami kerugian yang cukup besar.” ulas Tahami. Hal senada terlihat di dusun sengkal yang juga merupakan daerah terparah akibat banjir. Padi warga ada yang rusak bahkan tidak bisa dipanen.

Lengkap sudah derita petani di 3 wilayah desa tersebut. Hasil panen yang menurun tentu semakin berkurang karena hasil panen juga digunakan untuk membayar biaya perawatan dan produksi seperti membayar pupuk, tenaga buruh dan biaya-biaya lainnya. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa masih ada beberapa pengecer pupuk nakal yang tidak mau menjual pupuk kepada petani karena mereka menginginkan pupuk itu dibayarkan dengan gabah basah sebanyak 65 kg setelah panen selesai. Jika dibandingkan harga 65 kg gabah basah dengan satu karung pupuk urea (50 kg) yang hanya Rp 90.000,- tentu membuat petani kembali dipaksa merugi karena harga 65 kg gabah basah bisa mencapai 100-125 ribu rupiah. 

Belum lagi masyarakat (petani) menghawatirkan harga gabah yang sering mengalami penurunan di karenakan cuaca dan isu banjir kemarin. Hal tersebut bisa membuat petani akan bertambah rugi, Apalagi isu kenaikan BBM telah membuat harga sembako terlanjur naik. Rakyat kecil (petani) berharap mereka tidak selalu dirugikan dengan keadaan seperti ini, sehingga kehawatiran kita bersama seperti yang diungkapkan dalam pepatah “ayam mati di lumbung padi” tidak terjadi pada petani di Moyo Hilir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar