PETANI ORONG PARI DAN ORONG REA RESAH DENGAN HASIL PANEN
Moyo
Hilir (12/4).
Paskah banjir pada bulan maret kemarin, hasil panen padi di tiga desa yang terkena banjir yaitu desa Kakiang, Berare
dan Sengkal menurun drastis. Air bah disertai lumpur yang merendam
areal persawahan membuat tanaman
padi yang pada waktu itu sedang berbunga menjadi hampa (tidak berisi) dan membuat bulir-bulir
padi berwarna hitam kusam. hal tersebut membuat petani merasa pasrah dengan kerugian yang di
perkirakan mencapai separuh dari
hasil panen pada tahun2tahun sebelumnya.
Dari
hasil croscek tim “Gempar” ke tiga lokasi desa tersebut, tampak bahwa hasi panen pada tahun ini dipastikan menurun drastis akibat dari banjir lalu. Dampak yang cukup parah terkena di persawahan Orong Rea dan Orong Pari yang
berada di wilayah Desa Berare dan Desa Kakiang. Bapak Tahami
warga Desa Berare kecamatan Moyo Hilir memberi keterangan bahwa hasil panen pada
tahun ini menurun drastis. Beliau
mengatakan “Pada tahun-tahun sebelum banjir ini melanda sawah kami, hasil panen saya bisa mencapai 3 Ton tiap kali panen. Sedangkan panen kali ini hasilnya kurang dari 1,5 Ton dan
terlalu banyak padi yang rusak, berwarna hitam, dan tidak berisi sehingga membuat saya
mengalami kerugian yang cukup besar.” ulas Tahami. Hal
senada terlihat di dusun sengkal yang juga merupakan daerah terparah akibat banjir.
Padi warga ada yang rusak bahkan tidak bisa dipanen.
Lengkap sudah derita petani di 3 wilayah desa
tersebut. Hasil panen yang menurun tentu semakin berkurang karena hasil panen juga
digunakan untuk membayar biaya perawatan dan produksi seperti membayar pupuk,
tenaga buruh dan biaya-biaya lainnya. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa masih
ada beberapa pengecer pupuk nakal yang tidak mau menjual pupuk kepada petani karena
mereka menginginkan pupuk itu dibayarkan dengan gabah basah sebanyak 65 kg
setelah panen selesai. Jika dibandingkan harga 65 kg gabah basah dengan satu
karung pupuk urea (50 kg) yang hanya Rp 90.000,- tentu membuat petani kembali dipaksa
merugi karena harga 65 kg gabah basah bisa mencapai 100-125 ribu rupiah.
Belum lagi masyarakat (petani) menghawatirkan harga
gabah yang sering mengalami penurunan di karenakan cuaca dan isu banjir kemarin. Hal tersebut bisa
membuat petani akan bertambah rugi, Apalagi isu kenaikan BBM telah membuat harga sembako terlanjur naik. Rakyat kecil (petani) berharap mereka tidak
selalu dirugikan dengan keadaan seperti ini, sehingga kehawatiran kita bersama
seperti yang diungkapkan dalam pepatah “ayam mati di lumbung padi” tidak
terjadi pada petani di Moyo Hilir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar