PESTA PONAN SEBAGAI WUJUD SYUKUR
DAN AJANG SILATURAHMI
Minggu pagi (10/2) masyarakat adat di desa Poto, dusun Bekat dan dusun Malili kembali melaksanakan tradisi tahunan mereka yaitu Pesta ponan. Bukit
Ponan yang dikelilingi oleh tiga dusun tersebut, menjadi pusat pelaksanaan pesta ponan ini. Antusiasme masyarakat yang datang dari berbagai penjuru Tana Samawa (pulau sumbawa) ingin menyaksikan langsung puncak perayaan pesta ponan tahun ini. Suasana bukit Ponan yang biasanya sunyi,
menjadi semarak.
Mereka berkumpul di atas bukit, menuju beberapa makam, salah satu diantaranya adalah makam HM Gaffar atau lebih dikenal dengan Haji Batu. HM Gaffar, adalah tokoh sakti yang dihormati dan disegani warga sekitar bukit Ponan.
Warga dari 3 dusun adat datang membawa berbagai makanan dan kue yang bahan bakunya berasal dari hasil pertanian ataupun perkebunan mereka. Kemudian makanan tersebut ditempatkan pada balai-balai kecil (beruga) yang terdapat di komplek makam tersebut. Makanan-makanan itu disusun rapi agar mudah dibagikan kepada pengunjung. Uniknya, makanan atau kue tersebut harus dimasak dengan cara direbus. Tidak boleh kue yang digoreng dengan minyak atau makanan yang dibeli di toko. Dengan kepercayaan bahwa uap dari rebusan makanan/kue tadi akan menguap ke langit dan berubah menjadi air hujan yang menyuburkan pertanian mereka.
Pesta Ponan diawali dengan dzikir dan doa bersama yang dipimpin oleh pemuka adat dan pemuka agama. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembagian makanan keseluruh warga dan akhir acara ditandai dengan makan bersama.
Mereka berkumpul di atas bukit, menuju beberapa makam, salah satu diantaranya adalah makam HM Gaffar atau lebih dikenal dengan Haji Batu. HM Gaffar, adalah tokoh sakti yang dihormati dan disegani warga sekitar bukit Ponan.
Warga dari 3 dusun adat datang membawa berbagai makanan dan kue yang bahan bakunya berasal dari hasil pertanian ataupun perkebunan mereka. Kemudian makanan tersebut ditempatkan pada balai-balai kecil (beruga) yang terdapat di komplek makam tersebut. Makanan-makanan itu disusun rapi agar mudah dibagikan kepada pengunjung. Uniknya, makanan atau kue tersebut harus dimasak dengan cara direbus. Tidak boleh kue yang digoreng dengan minyak atau makanan yang dibeli di toko. Dengan kepercayaan bahwa uap dari rebusan makanan/kue tadi akan menguap ke langit dan berubah menjadi air hujan yang menyuburkan pertanian mereka.
Pesta Ponan diawali dengan dzikir dan doa bersama yang dipimpin oleh pemuka adat dan pemuka agama. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembagian makanan keseluruh warga dan akhir acara ditandai dengan makan bersama.
Pesta Ponan merupakan pesta tahunan
yang sudah dijalani masyarakat setempat secara turun-temurun. Upacara ini
sebagai wujud syukur masyarakat pascatanam padi sekaligus ajang silaturahmi
antarwarga. Hal ini juga diungkapkan oleh Camat Moyo Hilir, Abu Bakar SH. “
saya berharap kepada semua kalangan masyarakat untuk menjaga dan melestarikan
budaya dan tradisi yang memiliki nilai budaya yang tinggi ini, agar kedepan anak
cucu kita bisa mengenal dan mengetahui jati diri mereka melalui budaya. Seperti
halnya Pesta Ponan ini memberi pelajaran penting dan nilai-nilai kemanusiaan
untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan sang pencipta dan untuk menjalin
tali silaturahmi antar sesama”.
Pesta Ponan juga memberikan pelajaran kepada kita tentang pengelolaan alam dan lingkungan sekitar agar tetap lestari. Seperti yang terdapat dalam lawas sumbawa Kle tu sablong desa, na sarusak tani tana, sanuman nanta tu mudi. Walaupun kita membangun desa/tanah kita, jangan sampai merusak alam dan lingkungan tersebut, ingatlah masih ada anak cucu kita di masa mendatang.
Pesta Ponan juga memberikan pelajaran kepada kita tentang pengelolaan alam dan lingkungan sekitar agar tetap lestari. Seperti yang terdapat dalam lawas sumbawa Kle tu sablong desa, na sarusak tani tana, sanuman nanta tu mudi. Walaupun kita membangun desa/tanah kita, jangan sampai merusak alam dan lingkungan tersebut, ingatlah masih ada anak cucu kita di masa mendatang.
Kepercayaan masyarakat adat Ponan juga menganggap bahwa daun-daun dari sisa makanan yang mereka makan pada hari itu, bisa membawa berkah bagi sawah dan ladang mereka. Sehingga sisa-sisa makanan itu dibuang ke sawah-sawah dengan harapan bisa menyuburkan tanaman padi serta terhindar
dari hama dan penyakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar