Minggu (6/11/2011) lepas shalat idul adha, penyembelihan hewan kurban sudah dinanti-nanti oleh warga. Keinginan untuk merasakan nikmat dan lezatnya daging tentu membuat warga rela mengantri untuk mendapatkannya. Apalagi dalam keseharian, tidak semua warga punya kemampuan untuk membeli daging di pasar atau di rumah-rumah pemotongan hewan. Selain harganya yang sulit dijangkau, kwalitas dagingnya juga masih diragukan kesehatannya, belum lagi legalitas (hukum halal haramnya). Apakah hewan yang disembelih itu hewan yang kondisi kesehatannya baik atau tidak, punya kartu hewan atau tidak.
Pada umumnya masyarakat sumbawa yang notabenenya petani, memelihara hewan bukan untuk dijadikan hewan sembelihan (pedaging) melainkan hewan pekerja yang dimanfaatkan untuk membantu pemiliknya di sawah atau di ladang. Keadaan ini selalu mengakibatkan hewan yang dijual kepada rumah pemotongan atau para jagal hewan adalah hewan yang kondisi kesehatannya tidak dalam keadaan baik (sakit). Sehingga besar kemungkinan kwalitas daging yang ada tidak memenuhi standar kesehatan yang baik. Berbeda dengan hewan kurban, si pemilik sudah tentu paham akan syarat dan hukum hewan kurbannya. Kesehatannya harus prima bahkan tidak boleh ada cacat sedikit pun pada hewan kurban mereka, sehingga kekhawatiran akan hal-hal di atas tidak perlu dirisaukan lagi.
Berdasarkan data yang berhasil kami dapatkan dari kantor kecamatan, bahwa hewan kurban tahun ini mengalami peningkatan. Terdapat 40 hewan kurban yang terdata di sepuluh desa se-Kecamatan Moyo Hilir, terdiri dari 37 ekor sapi/kerbau dan 3 ekor kambing. Kordinasi dan pengawasan juga terlihat jelas dari KUPT peternakan dan kesehatan hewan kecamatan yang hadir dan ikut memantau penyembelihan hewan kurban. Pantauan dilakukan secara marathon dari tempat ke tempat yang tersebar, untuk mengecek kesehatan hewan kurban dengan cara memeriksa hati hewan sembelihan. Apakah terdapat cacing atau bakteri yang menjangkiti daging kurban.
Di beberapa tempat yang terpantau oleh rekan-rekan kampung media, Pembagian daging kurban dilaksanakan dengan tertib dan lancar karena system pembagiannya menggunakan kupon yang diberikan kepada warga yang berhak menerima daging kurban. Namun di beberapa tempat lain tidak menggunakan system seperti itu, karena pemilik hewan kurban tidak memberikan amanat kepada pengurus masjid atau pun desa untuk mengurus hewan kurbannya. Sehingga pembagian daging kurban pun masih dirasakan belum tepat sasaran karena langsung dibagikan kepada warga yang hadir pada saat penyembelihan itu. Banyaknya anak-anak dan warga yang mengerumuni tempat penyembelihan terkadang membuat gaduh suasana yang mengakibatkan banyak warga mengeluh karena tidak kebagian daging kurban sedikitpun, padahal daging hewan kurban seharusnya mencukupi kalau dibagikan sama rata kepada warga yang ada.
Di dalam hukum dan tata cara pelaksanaan kurban menurut syariat agama islam, memang tidak diharuskan menyerahkan urusan hewan kurban kepada pengurus masjid ataupun desa. Tetapi alangkah baiknya jika amanat itu dilimpahkan kepada mereka yang bisa adil dan amanah serta tahu syarat rukun juga tata cara dalam proses kurban. Sehingga ibadah kurban bisa dirasakan manfaatnya oleh orang yang berhak menerima dan benar-benar menjadi ibadah yang sempurna bagi si pemilik hewan kurban.(**)