Minggu, 07 Agustus 2011

BERTAHUN-TAHUN BERUSAHA PERCETAKAN (SABLON)



Di desa Ngeru nan jauh ke pelosok desa tepatnya di Kecamatan Moyo Hilir, seorang pemuda bernama Wildan tak henti merajut usaha percetakannya (sablon). Sejak ia tamat SMA (2006) hatinya tergerak untuk berusaha membantu perekonomian orang tuanya yang berpenghasilan pas-pasan sebagai seorang petani. Sadar akan keadaan itu, ia pun mengambil alih sebagian tanggungjawab orang tuanya untuk menyekolahkan adik-adiknya yang baru masuk SMA. Bersama temannya (Leo) mereka mendapatkan bantuan dan binaan dari dana hibah berasal dari partai Politik (Partai Bulan Bintang) yang ada di Sumbawa.

Bahu-membahu mereka mencurahkan keterampilan yang didapat untuk membantu orang tua mendapatkan uang. Sebagian dari penghasilannya itu juga, ia mampu membiayai kuliahnya di Universitas Samawa (UNSA) Sumbawa Besar.

Diawal-awal usahanya itu, sangat berat tantangan yang ia hadapi, mulai dari modal usaha yang sangat minim dan operasional untuk membuat satu buah cetakan (diatas screen) harus menempuh jarak belasan kilometer ke Ibu kota kabupaten karena di ibu kota kecamatan tidak memiliki alat untuk membuat cetakan tersebut. Disamping jalan yang tidak baik (penuh lubang) panas matahari sangat menguras tenaga “kata Wildan”.

Setengah dari perjalanan usahanya ini (3 tahun), lumayan order yang ia terima. Mulai dari sablon undangan, baju kaos, stiker dll. Hasil yang ia terima lumayan membantu karena usahanya pada saat itu tergolong baru di wilayah desa sekitarnya. Namun sekarang usahanya ini mulai menurun dan bahkan dapat dikatakan “mati suri”. Kalau ada orderan, biasanya pemesan kepepet atau pengen cepat selesai. Daripada tidak ada sama sekali, ya diterima saja tandas Wildan. Walaupun ada orderan tetapi kesehatan adalah taruhannya, karena bisa tidak tidur semalam suntuk dan paginya juga harus tetap kerja.

Hal yang sama juga dialami oleh Wahidin, warga desa moyo yang sudah belasan tahun berusaha sablon dan percetakan. Kalau dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan percetakan yang ada (Fotocopy dll), usaha mereka jelas kalah dalam segala hal kecuali kreatifitas dan semangat. Bapak dari dua anak ini juga bersuaha sablon semenjak ia kembali dari sekolah di mataram sekitar tahun 1998. Kini usahanya hanya bertopang pada alat yang seadanya yang ia miliki dari awal ia mendirikan usaha ini (belasan tahun).

Ia pun mengungkapkan keinginannya kepada kami agar pemerintah mau melirik usaha kecil kami ungkapnya. Tambahnya lagi “dengan keterbatasan kami, mohonlah agar pemerintah memprioritaskan usaha kami yang ada di desa “ tanpa harus kami mengusulkan sendiri (pemerintah harus tanggap dengan mengadakan survey terhadap usaha-usaha kecil). Kami juga tidak punya beking (rekanan/orang dalam) yang bisa membantu proposal kami di pemerintah.

Dibulan puasa seperti saat ini, Wahidin tetap bekerja mencetak spanduk-spanduk pesanan dalam rangka menyambut HUT kemerdekaan RI. Seorang diri ia menorehkan kuasnya di atas kain polos untuk dituliskan kalimat, selama berjam-jam bahkan berhari-hari.

Itulah sekelumit keluhan dan harapan dari pengusaha percetakan (sablon) yang ada di kampung kami. Mereka membutuhkan bantuan dan uluran tangan dari orang yang dermawan.

Semoga bulan puasa ini dilipatgandakan amal ibadah kita serta dibalas oleh-Nya berlimpah di Jannah-Nya. Amiin

GEMPAR: Sumbawa…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar