Jumat, 09 Juli 2010
SUMBAWA PULAU EMAS
PENAMBANGAN EMAS LIAR
Gempar….gempar…. dan gempar….!
Desa Hijrah Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa digemparkan dengan membludaknya penambang liar. Olat (bukit) Labaong yang selama ini menjadi salah satu hutan/sumber mata air bagi penduduk disekitarnya ternyata memiliki kandungan emas yang cukup banyak. Hal ini terbukti dengan maraknya penambang emas tradisional berbondong-bondong mengerumuni olat labaong layaknya semut yang menggerogoti gula. Bukan hanya penduduk setempat yang melakukan kegiatan penambangan, namun banyak juga penambang yang datang dari luar daerah kabupaten sumbawa, misalnya Lombok Timur, Bima, Dompu, Jawa Barat dan Sulawesi dll. Warga Kecamatan Moyo Hilir juga tidak mau kalah saing, setiap hari mereka rela menempuh jarak 20 km ke desa hijrah kemudian berjalan kaki mendaki bukit setinggi 500 meter di atas permukaan laut ke areal penambangan dengan kemiringan bukit 45 drajat.
Diperkirakan sekitar 3000 lebih penambang yang sudah membuat sekat/wilayah tambang masing-masing di olat labaong kini sedang marak-maraknya beroperasi. Dengan peralatan seadanya berupa palu, linggis dan peralatan lain yang digunakan untuk menggali batu dari atas bukit, para penambang bahu-membahu membuat lubang-lubang dan terowongan di atas bukit. Sejauh ini, menurut hasil tinjauan kampung media lubang yang terdalam sudah mencapai 5 meter kedalaman dengan diameter lubang 1 meter.
Batu-batu yang diperkirakan mengandung emas, kemudian di bawa ke tempat penghancuran dengan cara dipikul dari atas bukit. Proses ini tidak menjadi masalah bagi para penambang walaupun setiap kali penghancuran batu mereka dikenakan biaya 60ribu rupiah oleh pemilik mesin penghancur. Proses penghancuran batu itu sendiri menggunakan mesin yang mereka sebut Mesin Gelundung. Setelah batu-batu itu hancur sampai menjadi abu kemudian disaring dengan mengubakab ayakan, lalu dicampurkan dengan air raksa dengan kadar 90% untuk mengetahui kandungan emas dari batu-batu tersebut.
Sejauh ini, hasil yang sudah didapatkan oleh penambang berbeda-beda. Saudara Ryan Ando misalnya, warga Desa Moyo Mekar Kecamatan Moyo Hilir ini sudah mendapatkan 12 Gram emas murni. Padahal ia hanya melakukan penambangan selama dua hari saja. Sedangkan harga emas yang ditawarkan langsung oleh pembeli di lapangan adalah 300ribu rupiah per gram. Sungguh pendapatan yang fantastis dan baru pertama kali dirasakan oleh saudara Ryan Ando jika dibandingkan dengan penghasilan mengojek sepeda motor yang sudah bertahun-tahun ia lakoni.
Dilain sisi, masyarakat disekitar mendapatkan berkah tersendiri. Terutama dari segi ekonomi atau pendapatannya. Setiap orang yang naik ke Olat Labaong di tarik biaya 5ribu rupiah sedangkan yang membawa turun batu dari atas bukit hasil penambangan di kenakan biaya 10ribu rupiah. Sangat menjanjikan dan membantu ekonomi masyarakat pengelolah baik di tempat parkir dan karcis untuk masuk ke lokasi penambangan. Selain itu, pedagang bakulan keliling juga memanfaatkan situasi ini dengan menjajahkan makanan dan minuman ke areal penambangan dengan harga yang lumayan tinggi. Misalnya nasi bungkus yang harga 5ribu ripiah naik menjadi 10ribu rupiah, air minum botolan yang harganya 2.500 rupiah naik menjadi 5.ooo rupiah perbotol, harga rokokpun naik 2xlipat.
Hal ini harus menjadi perhatian penuh dari Pemerintah. Apakah kegiatan ini akan dibiarkan begitu saja tanpa ada pengawalan dan pengawasan dari Pemerintah karena bukan hanya di Olat Labaong saja akan beroperasi kegiatan serupa, bahkan sekarang di wilayah Olat Cabe Kecamatan Moyo Hilir dan Moyo Utara penduduk setempat sudah berencana menggali seperti yang dilakukan di olat Labaong. Keterangan yang kami peroleh dari Camat Moyo Hilir Bapak Varian Bintoro, S.Sos sehabis shalat jum'at, menurut beliau "diperkirakan diseluruh Kecamatan se-Kabupaten Sumbawa kecuali kecamatan Sumbawa olat (bukitnya) mengandung kadar emas walaupun jumlahnya berbeda.
Situasi ini kalau tidak segera di tangani langsung oleh pemerintah dengan cara penertiban ataupun cara-cara bijak lainnya, misalnya penambangan itu ditutup untuk sementara waktu hingga ada kesepakatan dengan penduduk lokal tentang sistem pengelolaan hasil yang baik sehingga tidak merusak lingkungan alam maupun sosial.
Untuk itu, perlu ada sosialisasi dari pemerintah ke masyarakat tentang larangan penambang liar karena sudah jelas dalam pasal 33 ayat 1 menyatakan bahwa “bumi, air, udara dan kekayaan alam lainnya adalah milik negara dan dipergunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat”
Pemerintah harus cepat mengambil tindakan dan pengelolaan langsung oleh pemerintah sebagai aset dan pendapatan Daerah karena jangan sampai masyarakat penambang saja yang mendapatkan manfaat, jadi masyarakat luas bisa merasakan manisnya hasil dari kekayaan alam. Baik dengan peningkatan pembangunan infrastruktur jalan, sekolah, rumah sakit maupun penciptaan lapangan pekerjaan.
Ughi, Zull...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
sumbawa gk bleh sperti NEWMONT...
BalasHapusberenang-renang kehulu,berakit-rakit ketepian
BalasHapussperti'a lbh pas dgn pa yg trjadi n akan trjadi d sumbawa.
aq sbg gnerasi muda sbw sangat sdih dgn pa yg trjadi d sumbawa skrg nie...
ok aja.... bisa bikin tebal kantong.....
BalasHapus