Rabu, 14 Juli 2010

“Dilema Hukum Terhadap Rakyat Terkait Olat Labaong – Hijrah”



Solidaritas Mahasiswa Dan Rakyat

Senin 12 Juli 2010, HMI Cabang Sumbawa, BEM STKIP Hamzanwadi Kampus Sumbawa dan beberapa elemen masyarakat mengadakan aksi demo damai terkait supremasi hukum mengenai tertangkapnya masyarakat yang menggali, membawa, dan menyimpan batu yang diperkirakan mengandung emas dari hasil penambangan di Olat Labaong.
Olat labaong seakan menjadi jawaban atas kemiskinan, pengangguran atau gagal panen yang dialami oleh sebagian masyarakat Sumbawa, sekalipun disisi lain, Olat Labaong menyisakan dilema baru bagi masyarakat, diantaranya Penambangan liar ( Ilegal Mining ), kerusakan lingkungan dan pelanggaran hukum. Terkait pelanggaran hukum, aparat kepolisian saat ini semakin gencar melakukan penangkapan dan penahanan terhadap mereka yang diduga terlibat illegal mining tersebut. Hal ini didasarkan pada Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ayat 161 yang berbunyi “setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPk Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan, mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK, atau izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 37,dst… dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 10 ( sepuluh) milyar”.
Nampak tidak ada salah dengan landasan hukum diatas, namun harus disadari bahwa UU tersebut baru di-undangkan pada tahun 2009. Selain itu sosialisasi relative lemah bahkan tidak pernah dilakukan kepada masyarakat khususnya mereka yang melakukan aktifitas penambangan di Olat Labaong. Menurut Suparjo Rustam selaku coordinator lapangan aksi manyatakan “ pemerintah dan aparat kepolisian justru melakukan langkah yang bertolak belakang dengan kehendak rakyat, sosialisai dan pembinaan belum pernah dilakukan tetapi penangkapan dan penahanan terus terjadi”. Ujarnya kembali, lebih dari itu penegakan supremasi hukum hanya bersifat tebang pilih, kenyataannya penangkapan hanya dilakukan di luar lokasi penambangan sedangkan mereka yang beraktifitas di Olat Labaong tidak ditangkap maupun ditahan. Selain itu juga ucapnya lagi, setiap hari selama 24 jam, illegal mining terjadi di bagian hulu (Olat Labaong), berkubik-kubik bahan mineral tersebut dibawa keluar dari wilayah Kabupaten Sumbawa menggunakan truk, dump truk, L 300 dan kendaraan jenis lain. Celakanya!!!! Aparat dan Pemerintah tidak mampu berbuat banyak sedangkan Tau Samawa yang hanya 1 kuintal bebatuan justru menjadi tumbal penambangan liar di PT. Labaong Industries alias Olat Labaong.
Dalam orasi mereka menyatakan 4 poin/sikap :
1. Mendesak Pemda Sumbawa dan Kapolres Sumbawa untuk melakukan pembinaan dan sosialisai UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan dan mineral kepada masyarakat, baik yang terkait dampak lingkungan maupun pelanggaran hukum, sebelum dilakukan langkah penegakkan hukum
2. Mendesak Pemda Sumbawa dan Kapolres Sumbawa untuk melakukan penertiban dan pengamanan area olat labaong dari aktifitas penambangan liar
3. Mendesak Kapolres Sumbawa untuk membebaskan "setiap orang” yang ditangkap dan ditahan di Polres Sumbawa terkait kasus Ilegal mining olat labaong
4. Mendesak Pemda Sumbawa dan Kapolres Sumbawa untuk memberikan kesempatan kepada setiap orang khususnya orang Sumbawa yang telah manampung bebatuan minimal dalam jumlah terbatas untuk melakukan pengolahan dan pemurnian selama beberapa hari sebagai hari pemutihan, dan setelah itu dilakukan penegakkan hukum dengan ketentuan; selama hari pemutihan setiap orang dilarang melakukan ilegal mining kembali.
Setelah berorasi dari lapangan pahlawan kemudian Solidaritas Mahasiswa Dan Rakyat menuju kantor DPRD Kabupaten Sumbawa untuk mengadakan hering dengan anggota DPRD. Dalam hal ini demostran langsung diterima oleh ketua DPRD Kabupaten Sumbawa H. Parhan Bulkiah, SP bersama anggota komisi II dan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sumbawa.
Dalam dialog bersama demonstran H. Parhan mengatakan bahwa penambangan di olat labaong merupakan sebuah dilema. Disatu sisi masyarakat bisa mengambil keuntungan atas kekayaan alam tanah samawa yang dianugerahkan oleh Tuhan, namun disis lain kegiatan penambangan tersebut melanggar peraturan perundang-undangan, dan merusak lingkungan alam. Jadi kegiatan tersebut harus ditertibkan. Ujarnya lagi kami akan mengundang eksekutif dan pihak-pihak terkait untuk membicarakan hal tersebut guna menyelesaikannya secara tuntas.
Oleh : Gempar-Sumbawa

1 komentar: